Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Pola Lengkap

Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap. Selain makalah yang menjadi kiprah di perkuliahan, karya tulis ilmiah sering dijadikan referensi atau sumber informasi secara lengkap lantaran karya tulis ilmiah biasanya merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan secara formal dengan merujuk pada teori-teori yang ada terkait dengan topik persoalan yang diteliti.

Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap yang mudah-mudahan bisa menjawab pencarian anda terkait dengan cara menulis dan contoh-contoh karya tulis ilmiah ibarat banyak sekali pencarian tentang contoh karya tulis ilmiah bidang pendidikan, contoh karya tulis wacana ancaman rokok, contoh karya tulis ilmiah wacana sampah, contoh karya tulis ilmiah sederhana, contoh karya tulis ilmiah wacana pergaulan bebas, contoh karya tulis ilmiah pdf, contoh karya tulis ilmiah wacana kesehatan, contoh karya tulis yang benar dan lain-lain.

Dan yang akan dibahas di sini yaitu wacana Penulisan Karya Tulis untuk Tugas-Tugas Dalam Perkuliahan: Esai, Anotasi Bibliografi, Reviu Buku/ Bab Buku/ Artikel, Artikel Ilmiah Berbasis Penelitian.

Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap
Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap

Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah untuk Tugas Perkuliahan Mahasiswa

Penulisan karya ilmiah mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dan merupakan kepingan dari tuntutan formal akademik.Di setiap universitas,  penulisan karya  ilmiah sanggup  berupa kepingan dari kiprah kuliah yang diberikan dosen kepada mahasiswa, yakni dalam bentuk esai, anotasi bibliografi, reviu buku, dan artikel ilmiah, atau merupakan salah satu syarat  penyelesaian studi untuk memperoleh gelar sarjana, magister, maupun  doktor  dalam bentuk skripsi, tesis, dan disertasi.

Dalam keseharian pelaksanaan perkuliahan, mahasiswa sering mendapatkan kiprah menciptakan aneka macam jenis tulisan. Ada bermacam-macam bentuk  tugas menulis yang lazim  diberikan oleh  para  dosen sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing, dengan bentuk goresan pena yang khas pula. Kali ini, akan disampaikan dua hal utama, yakni (1) prinsip-prinsip penting dalam menulis, dan (2) beberapa bentuk goresan pena yang umumnya menjadi kiprah rutin mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi, baik pada jenjang S-1, S-2, dan S-3.

Prinsip-Prinsip Penting dalam Menulis

Menulis sebagai sebuah bentuk kiprah kuliah sering kali menjadi beban dan tantangan tersendiri bagi para mahasiswa. Sebelum berbicara secara lebih khusus mengenai aneka macam bentuk goresan pena yang biasa ditugaskan, alangkah baiknya para mahasiswa memahami sedikit mengenai klaim-klaim filosofis wacana menulis. Berikut ini disampaikan empat klaim mengenai menulis yang merujuk pada apa yang disampaikan oleh Fabb dan Durant (2005, hlm. 2-6).

Pertama, menulis berarti mengonstruksi.  Klaim  ini menyatakan  bahwa  menulis bukan sekedar mengeluarkan inspirasi atau pendapat secara bebas, melainkan proses mengomposisi, dalam kata lain sebuah keterampilan untuk menciptakan atau membangun sesuatu. Dalam proses membangun  ini seorang penulis perlu melaksanakan kontrol terhadap beberapa hal utama, yakni argumen, struktur informasi, struktur teks, gaya bahasa, tata bahasa dan teknik penulisan, serta penyajiannya.

Kedua, menulis melibatkan proses rekonstruksi yang berkelanjutan. Kebanyakan proses menulis, apa pun jenis tulisannya, mengalami proses revisi secara berulang. Proses menulis yang diikuti aktivitas membaca hasil goresan pena secara berulang menjadi suatu tahapan yang lumrah dalam melihat hal-hal  yang masih  memerlukan perbaikan, penekanan,  dan penguatan dari segi makna, pilihan kata, gaya bahasa, atau aspek penulisan lainnya.

Ketiga, menulis yaitu cara berpikir. Dalam hal ini menulis dipandang sebagai alat. Seperti halnya aneka macam bentuk diagram visual dan hasil penghitungan angka, praktik berpikir sanggup dilakukan dengan cara menulis. Menulis membantu penulis dalam mengorganisasikan inspirasi ke dalam urutan atau sistematika tertentu yang tidak gampang dilakukan secara simultan dalam pikirannya. Karena itulah pikiran memerlukan alat untuk sanggup muncul dan terefleksi. Pada dasarnya pembaca sanggup melihat bagaimana cara berpikir penulis melalui goresan pena yang dibuatnya.

Keempat, menulis berbeda dengan berbicara. Saat berkomunikasi secara lisan, pendengar sanggup menginterupsi pembicara untuk memberikan penjelasan mengenai aneka macam hal yang dibicarakan sehingga pemahaman sanggup berjalan lebih mudah.  Berbeda  dengan  komunikasi  tertulis,  pembaca tidak sanggup melaksanakan penjelasan ibarat yang dilakukan ketika orang mendengarkan dan berbicara. Hal ini kemudian mengharuskan penulis untuk menyediakan semaksimal mungkin hal-hal yang menguatkan pemahaman pembacanya. Itu lah mengapa menulis sifatnya cenderung lebih formal dan lebih terikat oleh banyak aturan. 

Dengan membaca dan memahami klaim-klaim tersebut secara kritis, diharapkan ketika menjalani proses menulis nantinya, mahasiswa sanggup secara cermat menyadari bahwa menulis intinya lebih merupakan proses yang mempunyai tujuan dan ciri khas tertentu dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya.

Esai

Pengertian esai

Secara sederhana, esai sanggup dimaknai sebagai bentuk goresan pena lepas, yang lebih luas dari paragraf, yang diarahkan untuk membuatkan inspirasi mengenai sebuah topik (Anker, 2010, hlm. 38). Esai merupakan salah satu bentuk goresan pena yang sering kali ditugaskan  kepada para mahasiswa. Esai dianggap mempunyai peranan penting dalam pendidikan di  banyak negara untuk mendorong pengembangan diri mahasiswa. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa dengan menulis esai, mahasiswa mengungkapkan apa yang dipikirkan beserta  alasannya,  dan mengikuti  kerangka penyampaian pikiran yang selain memerlukan teknik, juga memerlukan kualitas personal, kemauan, serta kualitas pemikiran. Dalam hal ini esai dianggap pula sebagai cara untuk menguji atau melihat kualitas inspirasi yang dituliskan oleh penulisnya (Harvey, 2003).

Esai memang sering dianggap sebagai bentuk goresan pena yang mendorong penulisnya untuk menguji inspirasi yang mereka miliki mengenai suatu topik. Dalam menulis esai, mahasiswa diharuskan membaca secara cermat, melaksanakan analisis, melaksanakan perbandingan, menulis secara padat dan jelas, dan memaparkan sesuatu secara seksama. Tanpa menulis esai dikatakan bahwa mahasiswa tidak akan bisa “merajut” kembali potongan-potongan pemahaman yang mereka dapatkan selama berguru ke dalam sebuah bentuk yang utuh (Warburton, 2006). 

Di antara aneka macam alasan mengapa penulisan esai seringkali diberikan, McClain dan Roth (1999, hlm. 1) menyatakan bahwa esai sanggup menciptakan mahasiswa berguru tiga hal penting, yakni (1) bagaimana mengeksplorasi area kajian dan memberikan penilaian mengenai sebuah isu,  (2) bagaimana   merangkai argumen untuk mendukung penilaian tersebut berdasarkan pada budi dan bukti, dan (3) bagaimana menghasilkan esai yang menarik dan mempunyai struktur koheren.

Struktur umum esai

Jumlah  kata yang lazim dalam penulisan esai sebagai kiprah kuliah yaitu antara 300-600 kata untuk esai pendek dan lebih dari 600 kata, tergantung penugasan dan kajian keilmuan, untuk esai  yang lebih panjang  (lihat Anker, 2009). Secara  umum struktur esai, baik esai pendek maupun esai panjang, mempunyai tiga  bagian  utama.  Selain judul, sebuah  esai  memiliki  bagian secara berurutan berupa (1) pendahuluan, (2) kepingan inti, dan (3) kesimpulan (lihat Savage & Mayer, 2005; Anker, 2009; McWhorter, 2012). Dalam penulisannya, label pendahuluan, kepingan  inti, dan  kesimpulan  tidak dimunculkan  karena  esai yaitu goresan pena yang tidak disusun dalam kepingan dan subbab.

Bagian pendahuluan sebuah esai berisikan  identifikasi  topik yang akan diangkat, dengan memberikan latar belakang berupa penggambaran situasi atau kondisi terkini terkait topik tersebut. Penggambaran latar belakang ini beranjak dari penjelasan secara umum ke arah yang lebih sempit. Pada titik ini juga dilakukan upaya menarik perhatian pembaca dengan menekankan mengapa topik tersebut penting untuk diangkat sekaligus memberikan gambaran mengenai apa yang akan dibahas terkait topik tersebut dalam kalimat yang disebut thesis statement. Lazimnya, thesis statement ini muncul di kepingan tamat pendahuluan dari sebuah esai. 

Bagian kedua, yakni kepingan inti, berisikan kepingan pengembangan inspirasi yang dimuat dalam thesis statement. Pada kepingan inilah isi utama goresan pena dikupas dan dikembangkan sesuai dengan jenis esai yang ditulis. Perlu diingat, pada kepingan  ini pengembangan inspirasi dilakukan dengan cara memberikan pikiran utama yang kemudian dikemas dan diperkuat melalui satu atau lebih kalimat pendukung. Pikiran utama yang dimunculkan tentunya sangat bergantung pada topik yang menjadi fokus penulisan. Pikiran  utama  tersebut  harus  merupakan  pemetaan logis dari topik yang hendak dibahas sesuai tujuan jenis esainya.

Bagian ketiga dari sebuah esai yaitu penarikan  kesimpulan. Bagian ini merupakan kepingan tempat penulis melaksanakan penguatan terhadap topik yang telah dinyatakan pada thesis statement dan telah dibahas pada kepingan inti esai. Ringkasan pembahasan pada umumnya menjadi epilog pada kepingan ini. 

Jenis-jenis esai

Pada dasarnya jenis esai yang mungkin ditulis oleh mahasiswa sanggup sangat beragam, sesuai dengan sudut pandang dan tujuan penulisannya. Namun demikian pada pedoman ini hanya akan dijelaskan 3 jenis esai yang sering kali menjadi kiprah bagi mahasiswa di antara aneka macam jenis esai yang ada, yakni (1) esai eksposisi, yang memuat argumen atau pendapat penulis wacana sesuatu, (2) esai diskusi, yang menampilkan cara membahas suatu isu berdasarkan aneka macam perspektif, minimal dua perspektif, contohnya konvergen (persamaan) dan divergen (perbedaan), dan (3) esai eksplanasi, yang menerangkan bagaimana sesuatu terjadi dan apa konsekuensi dari kejadian tersebut. Masing-masing jenis esai tersebut lebih lanjut diuraikan pada kepingan di bawah ini.

Jenis esai pertama, yakni esai eksposisi, bertujuan untuk mengemukakan pendapat penulis secara eksplisit wacana sebuah isu. Dalam hal ini, pembaca diarahkan untuk meyakini pendapat yang disampaikan terkait sebuah isu atau topik. Argumen penulis didukung oleh data, fakta, dan referensi para ahli, atau pengalaman pribadi penulis.

Ada dua jenis esai eksposisi (lihat Martin, 1985; Derewianka, 1990; Gerot, 1998), yakni eksposisi analitis dan eksposisi hortatori. Pada esai eksposisi analitis penulis berusaha meyakinkan pembaca bahwa sebuah isu itu benar atau tidak, penting atau tidak. Sementara itu, pada esai eksposisi hortatori
penulis berusaha meyakinkan pembaca untuk melaksanakan sesuatu ibarat yang disarankan olehnya.

Struktur esai eksposisi meliputi tiga kepingan sebagai berikut: 1) kalimat pendahuluan (thesis statement) yang berisi pernyataan atau pendapat atau pandangan penulis mengenai suatu isu atau topik yang ditulis; 2) argumen yang memaparkan argumen penulis untuk mendukung pernyataan atau pendapat atau keyakinan yang diungkapkan dalam kalimat pendahuluan; 3) pernyataan epilog atau simpulan yang merupakan pemfokusan kembali pendapat yang dinyatakan di pendahuluan (restatement of thesis).

Jenis esai kedua, yaitu esai diskusi, ditulis untuk mengemukakan pendapat atau argumen mengenai sebuah isu atau topik dari aneka macam perspektif, setidaknya dari dua perspektif, terutama perspektif   yang   mendukung dan yang menentang,  dengan diakhiri oleh rekomendasi penulis.

Struktur esai diskusi terdiri atas empat kepingan sebagai berikut: 1) kepingan pendahuluan yang memuat penjelasan singkat mengenai isu yang dibahas; 2)   argumen  yang  mendukung, yang  dapat  memuat fakta, data, hasil penelitian, atau referensi dari para jago atau berbasis pengalaman pribadi; 3)  argumen yang menentang, yang secara serupa sanggup didukung oleh fakta, data atau hasil penelitian, referensi para jago atau pengalaman pribadi; 4) simpulan dan rekomendasi, yang terutama berisi pengungkapan kembali  inti argumen  dan  rekomendasi terhadap  isu  yang  dibahas beserta  usulan  kerangka dalam menyikapi atau mengatasi isu tersebut.

Jenis esai ketiga, yakni esai eksplanasi, ditulis untuk menjelaskan serangkaian tahapan dari sebuah fenomena, atau bagaimana sesuatu beroperasi (sequence explanation-explaining how), atau mengungkapkan alasan dan dampak terjadinya suatu fenomena (consequential explanation-explaining why), atau campuran dari kedua jenis penjelasan itu. 

Esai eksplanasi terdiri atas dua kepingan utama sebagai berikut: 1) identifikasi fenomena, yang berisi identifikasi apa yang akan diterangkan atau dijelaskan; 2) urutan kejadian (sequential explanation), yang merupakan uraian yang menggambarkan tahapan kejadian yang relevan dengan fenomena yang digambarkan atau alasan atau dampak dari suatu fenomena (consequential explanation).

Anotasi Bibliografi

Pengertian anotasi bibliografi

Dilihat  dari  kata-kata  penyusunnya,  anotasi  bibliografi  terdiri atas kata “anotasi” dan “bibliografi”. “Anotasi” mengandung arti “ringkasan  atau evaluasi”, sementara “bibliografi”  dapat diartikan sebagai “daftar sumber bacaan yang digunakan untuk mengkaji sebuah topik” (Purdue  University, t.t.). Dalam kata lain, anotasi bibilografi merupakan bentuk goresan pena yang memaparkan kajian atau ringkasan singkat dari beberapa buku atau artikel yang saling berkaitan. Di samping itu, uraiannya menggambarkan pemahaman penulis terhadap buku atau artikel yang dibahas.

Struktur umum anotasi bibliografi
Format anotasi bibliografi intinya sanggup bersifat deskriptif maupun deskriptif-evaluatif (University of New England, t.t.).

Reviu Buku/ Bab Buku/ Artikel

Dalam setiap mata kuliah, membaca buku yang menjadi bacaan wajib atau buku yang menjadi materi rujukan yang direkomendasikan merupakan hal yang penting bagi setiap mahasiswa. Ada kalanya dosen memberikan bentuk kiprah kepada mahasiswa berupa penulisan reviu buku, kepingan buku, atau artikel. Pada   kepingan di  bawah ini disampaikan uraian mengenai penulisan laporan buku, kepingan buku, atau laporan artikel penelitian.

Pengertian reviu buku/ kepingan buku/ artikel
Melakukan reviu terhadap buku/ kepingan buku/ artikel intinya yaitu upaya untuk membaca secara seksama kemudian melaksanakan penilaian terhadap buku/ kepingan buku/ artikel yang dibaca tersebut. Sedikit berbeda dengan laporan buku / kepingan buku/ artikel yang  lebih  cenderung  bersifat  deskriptif  dalam artian lebih melihat apa yang dikatakan oleh penulis buku/ kepingan buku/artikel dan bagaimana mereka mengatakannya, reviu buku/ kepingan buku/ artikel dibentuk dengan tujuan untuk menilai dan memberikan rekomendasi apakah buku/ kepingan buku/ artikel tersebut layak untuk dibaca atau tidak.

Struktur umum reviu buku/ kepingan buku/ artikel

Jumlah kata dalam penulisan reviu buku/ kepingan buku/ artikel pada umumnya berada dalam kisaran 500--750  kata. Jumlah ini sanggup lebih rendah atau lebih tinggi tergantung penugasan yang diberikan oleh dosen. Dari segi struktur, reviu buku/ kepingan buku/ artikel, ibarat dikemukakan oleh Crasswell (2005, hlm. 117),  biasanya terdiri atas beberapa kepingan yang dijelaskan di bawah ini.
  1. Bagian pertama yaitu pendahuluan, yang berisi identifikasi  buku  atau  bab buku,  atau artikel (penulis, judul, tahun publikasi, dan informasi lain yang dianggap penting).
  2. Bagian kedua merupakan ringkasan atau uraian pendek mengenai isi argumen dari buku/ kepingan buku/ artikel.
  3. Bagian ketiga yaitu inti reviu, berupa inti pembahasan buku/ kepingan buku/ artikel yang merupakan analisis kritis dari aspek pokok yang dibahas dalam buku/ kepingan buku/ artikel itu. Pada kepingan ini penulis reviu memberikan bukti analisis dari dalam buku/ kepingan buku/ artikel atau membandingkannya  dengan  sumber  ilmiah  lain.  Pada kepingan  ini  juga  penulis  reviu  dapat mengungkapkan kelebihan serta kekurangan dari buku/ kepingan buku/ artikel yang ia analisis.
  4. Bagian terakhir yaitu simpulan, yang berisi penilaian ringkas atas bantuan buku/ kepingan  buku/ artikel secara keseluruhan terhadap perkembangan topik yang dibahas, terhadap pemahaman   pereviu, dan perkembangan keilmuan.

Artikel Ilmiah Berbasis Penelitian

Dewasa ini dalam dunia pendidikan di dalam dan di luar negeri, para akademisi dituntut untuk mempunyai kemampuan menerapkan langkah-langkah ilmiah dalam menjawab pertanyaan atau menuntaskan persoalan sesuai dengan bidang keilmuan yang mereka kaji. Penerapan langkah ilmiah dalam mengupas sebuah masalah, penyusunan laporannya, serta diseminasi terhadap apa yang telah dihasilkan, terutama dalam bentuk artikel ilmiah belakangan ini menjadi tuntutan yang mengemuka sebagai salah satu syarat penyelesaian studi. Bagian ini akan memaparkan konsep-konsep penting terkait artikel ilmiah berbasis penelitian beserta struktur yang umumnya digunakan dalam penulisannya.

Pengertian artikel ilmiah

Artikel ilmiah berbasis penelitian yaitu bentuk goresan pena yang memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Dapat dikatakan bahwa artikel jenis ini merupakan bentuk ringkasan laporan penelitian yang dikemas dalam struktur yang lebih ramping.

Pada  dasarnya  artikel  jenis  ini  dapat  dibagi  ke  dalam  dua kategori, yakni (1) artikel yang memuat kajian hasil penelusuran pustaka, dan (2) artikel yang berisikan ringkasan hasil penelitian yang memang dilakukan oleh penulis secara langsung. 

Struktur umum artikel ilmiah
Pada dasarnya sistematika penyusunan artikel ilmiah cenderung mengikuti pola yang serupa. Kecuali untuk artikel yang berbasis kajian pustaka, kebanyakan artikel dan jurnal ilmiah yang melaporkan hasil penelitian yang ditulis dalam bahasa Inggris cenderung mengikuti pola AIMRaD (Abstract, Introduction, Method,   Results,   and   Discussion)   beserta   variasinya   (lihat Hartley, 2008; Cargill & O’Connor, 2009; Blackwell & Martin, 2011).  Apabila  diadaptasi  ke  dalam  bahasa Indonesia kurang lebih pola ini menjadi APeMTeP (Abstrak, Pendahuluan, Metode Penelitian, Temuan, dan Pembahasan). Bagian yang umumnya muncul sehabis pembahasan yaitu simpulan, rekomendasi, atau implikasi hasil penelitian.

Untuk artikel yang menyajikan hasil penelurusan pustaka, sitematika  yang  umumnya  diikuti  adalah  setelah  penulisan aneh dan pendahuluan, kepingan metode penelitian, temuan dan pembahasan diganti dengan poin-poin teori atau konsep yang dihasilkan dari penelusuran pustaka yang telah dilakukan. Bagian ini sanggup dibagi lagi menjadi beberapa sub kepingan antara dua atau lebih sub bagian, menyesuaikan dengan kerumitan topik yang dibahas dalam artikel yang ditulis.

Isi uraian dari setiap kepingan yang terdapat dalam artikel yang digambarkan di atas intinya serupa dengan uraian yang lazimnya muncul dalam goresan pena laporan penelitian namun dalam jumlah kata yang lebih terbatas. Uraian mengenai unsur yang muncul pada kepingan pendahuluan, metode penelitian, temuan dan pembahasan penelitian  ini intinya serupa dengan uraian pada penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Secara lebih jelas, uraiannya sanggup dilihat pada pembahasan di Bab III mengenai penulisan skripsi, tesis, dan disertasi.

Penulisan Tugas Penyelesaian Studi: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Antologi

Pengertian skripsi, tesis, dan disertasi

Skripsi, tesis, dan disertasi yaitu karya tulis ilmiah yang dibentuk sebagai salah satu syarat dalam menuntaskan studi yang ditempuh oleh mahasiswa. Skripsi merupakan salah syarat untuk menuntaskan studi jenjang sarjana (S-1), sementara tesis untuk jenjang magister (S-2), dan disertasi untuk jenjang doktor (S-3). Kualitas penulisan skripsi, tesis, dan disertasi menjadi gambaran kuat terhadap kemampuan akademik mahasiswa dalam merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian.

Karakteristik skripsi, tesis, dan disertasi

Penulisan skripsi, tesis, dan disertasi merupakan salah satu kiprah akademik tamat yang dipandang paling sulit yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam penyelesaian studinya. Berbeda dengan karya ilmiah lain yang telah dipaparkan di Bab II, skripsi, tesis, dan disertasi dibentuk oleh penulis (mahasiswa) melalui instruksi dosen pembimbing. Karena proses penulisan skripsi, tesis dan disertasi cenderung lebih kompleks dan mendalam dari pada penulisan kiprah kuliah biasa, pengarahan yang tepat harus diperoleh oleh setiap mahasiswa. Pengarahan terkait substansi dari topik yang diteliti beserta teknik penulisannya menjadi hal penting dalam pembimbingan penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Pengarahan dan pembimbingan ini dilakukan sebisa mungkin oleh dosen yang mempunyai bidang keahlian atau kepakaran yang sesuai  dengan bidang yang diteliti oleh mahasiswa penulis skripsi, tesis, dan disertasi tersebut. 

Cara penulisan serta unsur-unsur yang ada dalam skripsi, tesis, dan  disertasi intinya serupa. Yang membedakan antarketiga karya ilmiah itu yaitu kedalaman serta kompleksitas dari setiap aspek yang dibahas, khususnya aspek-aspek yang berkaitan dengan teori, metode penelitian, pemaparan temuan, serta analisis datanya.

Dalam hal kompleksitas, penulisan skripsi relatif lebih sederhana. Penulisan tesis mempunyai sifat yang lebih dalam dan kompleks. Sementara penulisan disertasi dianggap sebagai yang paling mendalam dan kompleks  dari  segi  pemaparan  berbagai  aspek penelitiannya, mengingat pada jenjang ini para calon doktor diharapkan sanggup memperlihatkan dan menunjukan secara meyakinkan kapasitas kepakarannya nanti.

Sistematika Umum Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Sistematika penulisan skripsi, tesis, dan disertasi disesuaikan dengan disiplin bidang ilmu dan jenjang pendidikan yang ada di UPI. Namun demikian, sistematika penulisan skripsi, tesis, dan disertasi ini secara umum terdiri atas beberapa kepingan yang dipaparkan  secara  lebih  spesifik  pada  subbagian yang disampaikan berdasarkan urutan penulisannya di bawah ini.

Halaman judul
Secara format, halaman judul intinya memuat beberapa komponen, yakni (1) judul skripsi, tesis, atau disertasi, (2) pernyataan penulisan sebagai kepingan dari persyaratan untuk mendapatkan gelar, (3) logo UPI yang resmi, (4) nama lengkap penulis beserta Nomor Induk Mahasiswa (NIM), dan (5) identitas prodi/jurusan, fakultas, universitas, beserta tahun penulisan.

Terkait komponen judul, berikut ini disampaikan setidaknya dua catatan penting yang disimpulkan dari Hartley (2008), Cargill dan O’Connor (2009), serta  Blackwell dan Martin (2011) mengenai perumusan judul pada goresan pena ilmiah berbasis penelitian ibarat  skripsi,  tesis, dan  disertasi. Pertama, judul yang baik yaitu judul yang dirumuskan secara menarik dan informatif,  mencerminkan secara akurat isi tulisan, dikemas secara singkat dan jelas, serta memenuhi kaidah penggunaan bahasa yang baik dan benar. Terkait jumlah kata, judul sebaiknya dirumuskan tidak lebih dari 14 kata. Kedua, konstruksi judul disusun  sesuai  dengan  sifat  dan  isi  dari skripsi, tesis, atau disertasi  yang dibuat. Pada  dasarnya  penulis  dapat  memilih apakah judulnya akan dikemas dalam bentuk (1) frasa nomina, (2) kalimat lengkap, (3) kalimat tanya, atau (4) konstruksi judul utama dan subjudul. Namun demikian penulisan  judul  pada kajian lintas bidang ilmu masih secara lebih banyak didominasi memakai frasa nomina. Penggunakan tiga konstruksi judul lainnya sanggup juga digunakan selama dikemas dan dirumuskan dengan redaksi yang baik dan benar.

Halaman pengesahan
Halaman pengukuhan dimaksudkan untuk memberikan legalitas bahwa semua isi dari skripsi, tesis, atau disertasi telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing dan ketua jurusan/ agenda studi. Secara format, nama lengkap dan gelar, serta kedudukan tim pembimbing disebutkan. Untuk skripsi dan tesis sanggup digunakan istilah Tim Pembimbing dengan kedudukan sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II. Adapun untuk disertasi digunakan istilah Promotor, Kopromotor, serta Anggota.Halaman pernyataan wacana keaslian skripsi, tesis, atau disertasi, dan pernyataan bebas plagiarisme Pernyataan wacana keaslian skripsi, tesis, dan disertasi   berisi penegasan bahwa skripsi, tesis, dan disertasi yang dibentuk yaitu benar-benar orisinil karya mahasiswa yang bersangkutan. Pernyataan ini juga harus menyebutkan bahwa skripsi, tesis, atau disertasi bebas plagiarisme. 

Redaksi pernyataan tersebut yaitu sebagai berikut:
Dengan   ini   saya   menyatakan   bahwa   skripsi/tesis/disertasi dengan judul "............." ini beserta seluruh isinya yaitu benar- benar karya saya sendiri. Saya tidak melaksanakan penjiplakan atau pengutipan  dengan  cara-cara  yang  tidak  sesuai  dengan  etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran watak keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Untuk penulisan skripsi, tesis, atau disertasi yang memakai bahasa lain selain bahasa Indonesia (misal: bahasa daerah atau bahasa asing), redaksi pernyataan di atas sanggup dibentuk kesetaraannya dalam bahasa yang digunakan dalam penulisannya.

Mengingat tindakan plagiat yaitu bentuk pencurian inspirasi dan ketidakjujuran, serta membawa dampak negatif terhadap wibawa pendidikan, gambaran individu dan institusi, pernyataan wacana keaslian  dan bebas plagiarisme  tersebut  harus ditandatangani oleh mahasiswa yang menulis skripsi, tesis, dan disertasi di atas materai Rp 6.000. Pernyataan ini dibentuk dalam setidaknya tiga lembar orisinil pada tiga eksemplar skripsi, tesis, atau disertasi sebelum diajukan untuk ujian sidang.

Halaman ucapan terima kasih
Bagian ini ditulis untuk mengemukakan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menuntaskan skripsi, tesis, atau disertasi. Ucapan terima kasih sebaiknya ditujukan kepada orang-orang yang paling berperan dalam penyelesaian skripsi, tesis, atau disertasi dan disampaikan secara singkat. Karena skripsi, tesis, dan disertasi termasuk kategori goresan pena akademik formal, penulis diharap tidak memasukkan ucapan terima kasih yang berlebihan, menciptakan pernyataan dan menyebutkan pihak-pihak yang tidak relevan.

Abstrak
Saat pembaca atau penguji melihat skripsi, tesis, atau disertasi, kepingan yang  pertama kali mereka baca bergotong-royong  adalah judul dan abstrak. Abstrak menjadi kepingan yang penting untuk dilihat di awal pembacaan lantaran di sinilah informasi penting terkait goresan pena yang dibentuk sanggup ditemukan. Penulisan aneh bergotong-royong dilakukan sehabis seluruh tahapan penelitian diselesaikan. Oleh lantaran itu aneh kemudian menjadi ringkasan dari keseluruhan isi penelitian. Secara struktur, berdasarkan Paltridge dan  Starfield  (2007,  hlm.156), aneh umumnya terdiri atas bagian-bagian berikut ini:
1)   informasi umum mengenai penelitian yang dilakukan
2)   tujuan penelitian
3)   alasan dilaksanakannya penelitian
4)   metode penelitian yang digunakan
5)   temuan penelitian.

Terkait format penulisannya, aneh untuk skripsi, tesis, dan disertasi di UPI dibentuk dalam satu paragraf dengan jumlah kata antara 200-250 kata, diketik dengan satu spasi, dengan jenis abjad Times New  Roman  ukuran  11.  Bagian  margin  kiri  dan kanan dibentuk menjorok ke dalam.

Penggunaan bahasa untuk penulisan abstrak, dilakukan dengan mengacu pada ketentuan berikut ini.
  1. Skripsi, tesis, dan disertasi  yang  ditulis  dalam bahasa Indonesia harus disertai aneh dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
  2. Skripsi,  tesis, dan disertasi  yang  ditulis  dalam bahasa daerah,  harus  disertai aneh dalam tiga bahasa, contohnya bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
  3. Skripsi,  tesis,  dan  disertasi  yang  ditulis  dalam bahasa Inggris, harus disertai aneh dalam dua bahasa, yakni bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
  4. Skripsi, tesis, dan disertasi  yang  ditulis  dalam bahasa gila selain bahasa Inggris (misal: bahasa Arab, Jerman, Jepang, dan Perancis) harus disertai aneh dalam tiga bahasa, yakni bahasa gila yang digunakan dalam penulisannya, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
  5. Bagi  mahasiswa  di  jurusan/prodi  bahasa  asing  yang menulis skripsi, tesis, dan disertasi dengan memakai bahasa Indonesia, aneh yang disertakan ditulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa gila sesuai jurusan/prodinya, dan bahasa Inggris.

Daftar isi
Daftar isi merupakan penyajian kerangka isi goresan pena berdasarkan bab, subbab, dan topiknya secara berurutan berdasarkan posisi halamannya. Daftar isi berfungsi untuk mempermudah para pembaca mencari judul atau subjudul dan kepingan yang ingin dibacanya. Oleh lantaran itu, judul dan subjudul yang ditulis dalam daftar isi harus pribadi ditunjukkan nomor halamannya.

Karena sifatnya yang sangat teknis, mahasiswa yang menulis skripsi, tesis, atau disertasi diharapkan sanggup memanfaatkan akomodasi yang terdapat dalam Microsoft Office Word, misalnya, untuk menciptakan daftar isi dari skripsi, tesis, atau disertasi yang mereka buat. Pembuatan daftar isi dengan akomodasi ini akan memerlukan pengetahuaan penggunaan  Microsoft Office Word dengan teknik khusus, namun akan sangat membantu keakuratan dan otomatisasi dokumen yang sedang dibuat. 


Daftar tabel
Daftar tabel menyajikan informasi mengenai tabel-tabel yang digunakan dalam isi skripsi, tesis, atau disertasi beserta judul tabel dan posisi halamannya secara berurutan. Nomor tabel pada daftar tabel ditulis dengan dua angka Arab, dicantumkan secara berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut kepingan dan nomor urut tabel di dalam skripsi, tesis, atau disertasi.
Contoh :
Tabel 1.5., artinya tabel pada Bab I nomor 5.

Seperti halnya untuk pembuatan daftar isi, penulisan daftar tabel juga  sangat  bersifat  teknis. Para penulis skripsi, tesis, dan disertasi diharapkan menguasai keterampilan penggunaan akomodasi Microsoft Office Word secara mumpuni, sehingga memudahkan mereka dalam melaksanakan format dokumen.

Daftar gambar
Daftar gambar sama ibarat fungsi daftar-daftar lainnya, yaitu menyajikan gambar secara berurutan, mulai dari gambar pertama hingga dengan gambar terakhir yang tercantum dalam skripsi, tesis, dan disertasi. Nomor gambar pada daftar gambar ditulis dengan dua angka Arab, dicantumkan secara berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut kepingan dan nomor urut gambar.

Contoh :
Gambar 2.3., artinya gambar pada Bab II nomor 3.

Daftar lampiran
Daftar lampiran menyajikan lampiran secara berurutan mulai dari lampiran pertama hingga dengan lampiran terakhir. Berbeda dengan daftar tabel dan daftar gambar, nomor lampiran didasarkan pada kemunculannya dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Lampiran yang pertama kali disebut dinomori Lampiran 1. dan seterusnya.
Contoh:
Lampiran 1. artinya lampiran nomor 1 dan muncul paling awal dalam skripsi, atau tesis, atau disertasi.

Bab I: Pendahuluan
Bab pendahuluan  dalam skripsi,  tesis, atau disertasi intinya menjadi kepingan perkenalan. Pada kepingan di bawah ini disampaikan struktur kepingan pendahuluan yang diubahsuaikan  dari Evans, Gruba dan Zobel (2014) dan juga Paltridge dan Starfield (2007).
  1. Latar belakang penelitian. Bagian ini memaparkan konteks penelitian yang dilakukan. Penulis harus sanggup memberikan latar belakang mengenai topik atau isu yang akan diangkat dalam penelitian secara menarik sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi cerdik balig cukup akal ini. Pada kepingan ini penulis harus bisa memosisikan topik yang akan diteliti dalam konteks penelitian yang lebih luas dan bisa menyatakan adanya gap (kekosongan) yang perlu diisi dengan melaksanakan pendalaman terhadap topik yang akan diteliti. Pada kepingan ini sebaiknya ditampilkan juga secara ringkas hasil penelusuran literatur terkait teori dan temuan dari peneliti sebelumnya mengenai topik yang akan diteliti lebih lanjut.
  2. Rumusan persoalan penelitian. Bagian ini memuat identifikasi spesifik mengenai permasalahan yang akan diteliti. Perumusan permasalahan penelitian lazimnya ditulis dalam bentuk pertanyaan penelitian. Jumlah pertanyaan  penelitian yang dibentuk disesuaikan dengan sifat dan kompleksitas penelitian yang dilakukan, namun tetap  mempertimbangkan  urutan dan kelogisan posisi pertanyaannya. Dalam pertanyaan penelitian yang dibuat, umunya penulis mengidentifikasi topik atau variabel- variabel yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian yang memakai pendekatan kuantitatif pertanyaan penelitian biasanya mengindikasikan pola yang akan dicari, yakni  apakah  sebatas  untuk  mengetahui bagaimana variabel tersebar dalam sebuah populasi, mencari hubungan antara variabel satu dengan yang lain, atau  untuk  mengetahui  apakah  ada hubungan  sebab akhir antara satu varibel dengan variabel yang lain.
  3. Tujuan penelitian. Tujuan penelitian bergotong-royong akan tercermin dari perumusan permasalahan yang disampaikan sebelumnya. Namun demikian, penulis diharapkan sanggup mengidentifikasi dengan terperinci   tujuan umum dan khusus dari penelitian yang dilaksanakan sehingga sanggup terlihat terperinci cakupan yang akan diteliti. Tak  jarang,  tujuan  inti  penelitian  justru  terletak  tidak pada pertanyaan penelitian pertama namun pada pertanyaan  penelitian   terakhir,  misalnya. Hal  ini dimungkinkan lantaran pertanyaan-pertanyaan awal tersebut merupakan langkah-langkah awal yang mengarahkan penelitian pada pencapaian tujuan sesungguhnya. Dalam penelitian yang memakai pendekatan kuantitatif, penulis  dapat pula memberikan hipotesis penelitiannya lantaran intinya hipotesis penelitian yaitu apa yang ingin diuji oleh peneliti. Dalam kata lain, tujuan penelitian memang diarahkan untuk menguji hipotesis tertentu. Secara posisi penulisannya, hipotesis penelitian  dalam artian penyampaian posisi peneliti sanggup ditulis pada kepingan ini atau dibentuk dalam subbagian yang berbeda sehabis kepingan ini. Secara lebih rinci penulisan hipotesis penelitian disampaikan pada kepingan III yang membahas metode penelitian. 
  4. Manfaat/ signifikansi   penelitian. Bagian   ini memberikan gambaran mengenai nilai lebih atau bantuan yang sanggup diberikan  oleh  hasil  penelitian yang  dilakukan.  Manfaat/  signifikansi penelitian ini sanggup dilihat dari salah satu atau beberapa aspek yang meliputi: (1) manfaat /signifikansi dari segi teori (mengatakan apa yang belum atau kurang diteliti dalam kajian pustaka yang  merupakan  kontribusi penelitian), (2)  manfaat/  signifikansi  dari  segi kebijakan (membahas perkembangan kebijakan formal  dalam bidang yang dikaji dan memaparkan data yang memperlihatkan betapa seringnya persoalan yang dikaji muncul dan betapa kritisnya persoalan atau dampak yang ditimbulkannya), (3) manfaat/ signifikansi dari segi praktik (memberikan gambaran bahwa hasil penelitian sanggup memberikan alternatif sudut pandang atau solusi dalam memecahkan persoalan spesifik tertentu), dan (4) manfaat/ signifikansi dari segi isu serta agresi sosial (penelitian  mungkin  bisa dikatakan sebagai alat  untuk memberikan pencerahan pengalaman hidup dengan memberikan gambaran  dan  mendukung adanya  aksi) (lihat Marshall & Rossman, 2006,  hlm. 34-38).
  5. Struktur organisasi skripsi,  tesis, atau disertasi. Bagian ini memuat sistematika penulisan skripsi, tesis, atau disertasi dengan memberikan gambaran kandungan setiap bab, urutan penulisannya, serta keterkaitan antara satu kepingan dengan kepingan lainnya dalam membentuk sebuah kerangka utuh skripsi, tesis, atau disertasi.

Bab II: Kajian pustaka/ landasan teoretis
Bagian kajian pustaka/ landasan teoretis dalam skripsi, tesis, atau disertasi memberikan konteks yang terperinci terhadap topik atau permasalahan yang diangkat  dalam penelitian.  Bagian ini mempunyai  peran yang  sangat  penting.  Melalui  kajian  pustaka ditunjukkan the state of the art dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan persoalan penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Pada prinsipnya kajian pustaka/ landasan teoretis ini berisikan hal-hal sebagai berikut: a.  konsep-konsep, teori-teori, dalil-dalil, hukum-hukum, model- model,  dan  rumus-rumus  utama  serta  turunannya  dalam bidang yang dikaji; b.  penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti, termasuk prosedur, subjek, dan temuannya; c.  posisi teoretis peneliti yang berkenaan dengan persoalan yang diteliti.

Pada kepingan ini, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memosisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji melalui pengaitan dengan persoalan yang sedang diteliti. Berdasarkan kajian tersebut, peneliti menjelaskan posisi/ pendiriannya disertai dengan alasan-alasan yang logis. Bagian ini dimaksudkan  untuk  menampilkan  "mengapa  dan  bagaimana" teori dan hasil penelitian para pakar terdahulu diterapkan oleh peneliti dalam penelitiannya, contohnya dalam merumuskan asumsi-asumsi penelitiannya.

Ada beberapa perbedaan fundamental yang perlu digarisbawahi terkait bagaimana teori dikaji pada skripsi, tesis, dan disertasi. Paltridge dan Starfield (2007) mengemukakan beberapa ciri yang membedakan tingkat dan sifat kajian pustaka untuk penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang disampaikan di bawah ini.
  1. Pemaparan kajian pustaka dalam skripsi lebih bersifat deskriptif,  berfokus  pada  topik,  dan  lebih mengedepankan sumber rujukan yang terkini.
  2. Pemaparan  kajian  pustaka  dalam  tesis  lebih  bersifat analitis dan sumatif, meliputi isu-isu metodologis, teknik penelitian dan juga topik-topik yang berkaitan. 
  3. Pemaparan kajian pustaka dalam disertasi lebih mengedepankan sintesis teori secara analitis, yang meliputi semua teori yang dikenal mengenai topik tertentu, termasuk teori-teori yang dikaji dalam bahasa yang berbeda. Dalam disertasi harus dilakukan upaya pengaitan/ penghubungan konsep baik di dalam maupun lintas teori. Evaluasi kritis juga perlu dilakukan terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dalam hal ini kedalaman dan keluasan pembahasan tradisi filosofis dan keterkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian perlu dilakukan.
Hal lain yang berkenaan pula dengan penulisan kajian pustaka, khususnya untuk tesis, dan terutama disertasi yaitu penulis hendaknya  memperhatikan  persyaratan  seperti  yang dikemukakan oleh Bryant (2004) di bawah ini.
  1. Penulis sudah  mengetahui  teori  yang  berasal  dari pemikiran yang  mutakhir dan teori yang mewakili aliran utama berkait dengan topik yang ditelitinya.
  2. Penulis  sudah  mampu  mengkaji  penelitian  terdahulu yang  berkaitan  dengan  bidang  yang  ditelitinya  secara bertanggung jawab.
  3. Penulis  sudah mengetahui rujukan atau penelitian yang dikutip secara berulang oleh para jago atau akademisi lain yang berkaitan dengan bidang yang ditelitinya.
  4. Penulis sudah mengenal nama-nama jago yang mengemukakan teori yang  berkaitan  dengan topik penelitian yang dikajinya.

Bab III: Metode penelitian

Bagian ini merupakan kepingan yang bersifat prosedural, yakni kepingan yang mengarahkan pembaca untuk mengetahui bagaimana peneliti  merancang alur  penelitiannya dari  mulai pendekatan  penelitian  yang diterapkan, instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang dilakukan, hingga langkah-langkah analisis data yang dijalankan. Secara umum akan disampaikan pola paparan yang digunakan dalam menjelaskan kepingan metode penelitian dari sebuah skripsi, tesis, atau disertasi dengan dua kecenderungan, yakni penelitian kuantitatif dan kualitatif. Berikut disampaikan kecenderungan alur pemaparan metode penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi yang memakai pendekatan kuantitatif (terutama untuk survei dan eksperimen) yang diubahsuaikan dari Creswell (2009).
  1. Desain penelitian. Pada kepingan ini penulis/ peneliti memberikan secara eksplisit apakah penelitian yang dilakukan  masuk  pada  kategori  survei  (deskriptif  dan korelasional) atau kategori eksperimental. Lebih lanjut pada kepingan ini disebutkan dan dijelaskan secara lebih detil jenis desain spesifik yang digunakan (misal untuk metode eksperimental: true experimental atau quasi experimental).
  2. Partisipan. Peneliti pada kepingan ini menjelaskan partisipan yang terlibat dalam penelitian. Jumlah partisipan yang terlibat, karakteristik yang spesifik dari partisipan, dan dasar pertimbangan pemilihannya disampaikan untuk memberikan gambaran terperinci kepada para pembaca.
  3. Populasi dan sampel. Pemilihan atau penentuan partisipan intinya dilalui dengan cara penentuan sampel dari populasi. Dalam hal ini peneliti harus memberikan  paparan  jelas wacana bagaimana sampel ditentukan. Karena tidak semua penelitian melibatkan manusia,  untuk bidang ilmu tertentu, teknik sampling juga sanggup dilakukan untuk hewan, benda mati, atau zat tertentu. 
  4. Instrumen  penelitian. Pada  bagian  ini  disampaikan secara rinci mengenai instrumen/ alat pengumpul data yang  dipergunakan  dalam  penelitian.  Instrumen penelitian  ini  dapat  berupa angket,  catatan  observasi, atau soal test. Penjelasan secara rinci terkait jenis instrumen, sumber instrumen (apakah menciptakan sendiri atau memakai yang telah ada), pengecekan validitas danrealibilitasnya,  serta  teknis penggunaannya disampaikan pada kepingan ini.
  5. Prosedur penelitian. Bagian ini memaparkan secara kronologis langkah-langkah penelitian yang dilakukan terutama bagaimana desain penelitian dioperasionalkan secara nyata. Terutama untuk jenis penelitian eksperimental, skema atau alur penelitian yang sanggup disertai notasi dan unsur-unsurnya disampaikan secara rinci. Identifikasi jenis variabel beserta perumusan hipotesis penelitian secara statistik (dengan notasi) dituliskan secara eksplisit sehingga menguatkan kembali pemahaman pembaca mengenai arah tujuan penelitian.
  6. Analisis data.  Pada kepingan  ini  secara  khusus disampaikan jenis analisis statistik beserta jenis software khusus yang digunakan (misal: SPSS). Statistik deskriptif dan inferensial yang mungkin dibahas dan dihasilkan nantinya disampaikan beserta langkah-langkah pemaknaan hasil temuannya.
Sementara itu untuk penelitian yang memakai pendekatan kualitatif, kecenderungan alur pemaparan metode penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi, ibarat diubahsuaikan dari Creswell (2011), relatif lebih cair dan sederhana, dengan berisikan unsur- unsur di bawah ini.
  1. Desain penelitian. Bagian ini menjelaskan jenis desain penelitian yang digunakan dengan menyebutkan, bila memungkinkan, label khusus yang masuk kategori desain penelitian kualitatif, misalkan etnografi, atau studi kasus.
  2. Partisipan dan tempat penelitian. Bagian ini terutama dimunculkan  untuk  jenis  penelitian yang melibatkan subjek insan sebagai sumber pengumpulan datanya. Pertimbangan pemilihan partisipan dan tempat penelitian yang terlibat perlu dipaparkan secara jelas.
  3. Pengumpulan data. Pada kepingan ini dijelaskan secara rinci  jenis  data yang diperlukan, instrumen apa yang digunakan, dan tahapan-tahapan teknis pengumpulan datanya. Sangat dimungkinkan bahwa pengumpulan data dilakukan  dengan memakai  lebih  dari satu instrumen dalam rangka triangulasi untuk meningkatkan kualitas dan realibilitas data.
  4. Analisis data. Pada kepingan ini penulis diharapkan sanggup menjelaskan secara rinci dan terperinci langkah-langkah yang ditempuh sehabis data berhasil dikumpulkan. Apabila ada kerangka analisis khusus berdasarkan landasan teori tertentu, penulis harus bisa menjelaskan bagaimana kerangka tersebut diterapkan dalam menganalisis data yang diperoleh biar sanggup menghasilkan temuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Secara umum dalam alur analisis data kualitatif, peneliti berbicara banyak mengenai langkah-langkah identifikasi, kategorisasi, kodifikasi, reduksi, pemetaan pola, dan sistesis   dari   hasil   pelaksanaan   rangkaian   tahapan tersebut.
  5. Isu  etik.  Bagian  ini  pada dasarnya  bersifat opsional. Terutama bagi penelitian yang melibatkan insan sebagai subjek penelitiannya,  pertimbangan   potensi dampak negatif secara fisik dan psikologis perlu menerima perhatian khusus. Penulis harus bisa menjelaskan dengan baik bahwa  penelitian  yang dilakukan tidak menimbulkan  dampak negatif baik secara fisik maupun nonfisik dan menjelaskan mekanisme penanganan isu tersebut.
Penjelasan mengenai unsur-unsur yang umumnya muncul dalam kepingan mengenai metode penelitian, baik yang memakai pendekatan kuantitatif dan kualitatif di atas intinya masih mungkin mengalami variasi dan penyesuaian sesuai dengan kekhasan bidang kajian yang diteliti. Apa yang disampaikan merupakan panduan yang berisikan elemen-elemen penting yang sanggup menjadi payung bagi penulisan skripsi, tesis, dan disertasi.

Bab IV: Temuan dan Pembahasan

Bab  ini  menyampaikan  dua  hal  utama,  yakni  (1)  temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan aneka macam kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab  pertanyaan  penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dalam pemaparan temuan penelitian beserta pembahasannya, Sternberg (1988, hlm. 54) menyatakan ada dua pola umum yang sanggup   diikuti, yakni pola nontematik dan   tematik.  Cara nontematik yaitu cara pemaparan temuan dan pembahasan yang dipisahkan, sementara cara  tematik  adalah cara pemaparan temuan dan pembahasan yang digabungkan. Dalam hal ini, ia lebih menyarankan pola yang tematik, yakni setiap temuan kemudian dibahas secara pribadi sebelum maju ke temuan berikutnya. 

Bab V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang sanggup dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut. Ada dua alternatif cara penulisan simpulan, yakni dengan cara butir demi butir atau dengan cara uraian padat.

Untuk karya tulis ilmiah ibarat skripsi, terutama untuk tesis dan disertasi, penulisan simpulan dengan cara uraian padat lebih baik daripada dengan cara butir demi butir. Simpulan harus menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Selain itu, simpulan tidak mencantumkan lagi angka-angka statistik hasil uji statistik.

Implikasi dan rekomendasi yang ditulis sehabis simpulan sanggup ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat  untuk  melakukan  penelitian  selanjutnya,  dan kepada pemecahan persoalan di lapangan atau follow up dari hasil penelitian. Dalam memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya saran atau rekomendasi dipusatkan pada dua atau tiga hal yang paling utama  yang ditemukan oleh penelitian. Akan lebih baik apabila penulis menyarankan penelitian yang melangkah satu tahap   lebih baik dari penelitian yang telah dilakukan.

Dalam beberapa kasus kepingan terakhir dari skripsi, tesis, atau disertasi dikemukakan keterbatasan penelitian, khususnya kelemahan yang berkaitan dengan metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sampel yang terlibat.

Format penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
Penulisan skripsi, tesis dan disertasi di lingkungan UPI mengacu kepada format penulisan yang diuraikan di bawah ini.
  1. Jenis kertas yang digunakan yaitu kertas ukuran A4 80 gram.
  2. Jenis abjad yang digunakan yaitu Times New Roman ukuran 12.
  3. Jarak penulisan yaitu 1,5 spasi.
  4. Margin kiri berjarak 4 cm; margin kanan berjarak 3 cm; margin atas berjarak 3 cm; margin bawah berjarak 3 cm.
  5. Nomor  halaman  ditulis  di  bagian  kanan  atas,  kecuali pada kepingan awal bab.

Penulisan Antologi

Salah satu syarat kelulusan, mahasiswa yang menulis skripsi diwajibkan menulis juga artikel berupa ringkasan skripsi, sebagai contoh biasanya dengan ketentuan di bawah ini.
  1. Artikel merupakan  ringkasan atau bentuk pendek skripsi dengan  jumlah  kata:    a)  untuk MIPA  dan  Teknologi Kejuruan  (2500-5000  kata),  b)  humaniora  (3000-6000 kata).
  2. Artikel ditulis dengan jarak satu spasi, abjad Times New Roman 12, dan margin kiri dan atas masing-masing 3 cm serta margin bawah dan atas masing-masing 2,5 cm.
  3. Judul ditulis dengan abjad kapital jenis abjad Berlin Sans FB  16,  diikuti  oleh  nama  penulis tanpa gelar dengan abjad Gill Sans MT14, di bawahnya dituliskan afiliasi penulis  yaitu Jurusan ....,  Fakultas  .......,  Universitas Pendidikan  Indonesia,  dan  email  penulis  penanggung jawab dengan abjad Gill Sans MT 12, dengan dicetak miring.
  4. Tempatkan pembimbing sebagai penulis kedua, ketiga, dst..... Bubuhkan catatan kaki di belakang nama pembimbing “Penulis Penanggung Jawab” 
  5. Di bawah afiliasi, tuliskan aneh dengan abjad Times New Roman 11, dengan inden kiri dan kanan masing- masing 1 cm.
  6. Abstrak   harus   berisi   uraian   pentingnya   topik   yang dibahas, kesenjangan yang ditemukan antara teori dan kenyataan atau antara impian dan kenyataan, penelitian yang dibahas, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. 
  7. Judul  dan  abstrak  ditulis  dalam bahasa  Indonesia  dan bahasa Inggris.
  8. Pada setiap halaman ganjil berikan header atau sirahan berupa Nama Jurnal, Volume, Nomor edisi, bulan dan tahun penerbitan serta halaman artikel yang dimuat dengan rata kiri.
  9. Pada setiap halaman genap, berikan sirahan berisi nama penulis  dan  judul  artikel  dengan  rata  kanan.  Bila  tak mencukupi, judul tidak perlu ditulis lengkap.
  10. Di bawah aneh tuliskan kata kunci tidak lebih dari lima kata.
  11. Setelah  kata  kunci  lansung  uraikan  mengenai  latar belakang    sekaligus    teori    yang    digunakan dalam penelitian tanpa diawali subjudul dengan panjang kepingan ini tak lebih dari 20% dari panjang seluruh tulisan.
  12. Setelah  uraian  teori,  beri  subjudul  METODE  dengan Times New Roman 12 abjad kapital diikuti uraian mengenai desain penelitian, responden yang terlibat, instrumen yang digunakan, serta mekanisme analisis data dengan panjang uraian tidak lebih dari 15% dari seluruh panjang tulisan.
  13. Ikuti  uraian  mengenai  metode  dengan  subjdul  berupa HASIL DAN PEMBAHASAN yang berisi uraian mengenai  temuan dan pembahasan hasil   penelitian dengan  panjang tidak lebih dari  60%  panjang seluruh tulisan. 
  14. Ikuti uraian  mengenai pembahasan dengan KESIMPULAN yang berisi ringkasan dan komentar atas temuan penelitian dengan panjang tidak lebih dari 5% dari total panjang tulisan.
  15. Setelah kesimpulan, masukan REFERENSI dengan memakai model American Psychological Association (APA Style) dengan rata kiri.
  16. Kutipan blok diberi inden 0,75cm, lebar kolom 7,43 dan jarak antarkolom 0,6 cm.
  17. Gunakan garis horizontal untuk tabel (lihat tabel Model APA). Berikan nomor dan judul tabel di atasnya.
  18. 18) Setiap sumber yang dikutip dalam naskah harus tercantum  dalam  Referensi;  sebaliknya  rujukan  yang tercantum dalam Referensi harus muncul dalam teks.

Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merupakan pembahasan yang secara khusus ditujukan untuk memberikan rambu-rambu umum terkait penulisan dengan memakai kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar. Hal-hal yang disampaikan pada kepingan di bawah ini merujuk pada Permendiknas No. 46 Tahun 2009  tentang  Pedoman  Umum  Ejaan  Bahasa  Indonesia  yang Disempurnakan. Berhubung tidak semua hal dirujuk dan dipaparkan pada kepingan ini, untuk teknik penulisan yang lebih detil mahasiswa diharapkan sanggup membaca dokumen tersebut secara langsung.

Dalam penulisan pedoman ini, dan tentunya penulisan karya ilmiah oleh mahasiswa, beberapa teknik penulisan tentunya sanggup mengalami penyesuaian lantaran selain mendorong penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan, UPI juga mengadaptasi gaya selingkung APA.

Penulisan Huruf
Penulisan abjad yang dibahas dalam penulisan karya ilmiah ini terutama berkaitan dengan penggunaan (1) abjad kapital, (2) abjad miring, dan (3) abjad tebal.

Huruf kapital
Huruf kapital digunakan dalam beberapa kondisi penulisan sebagai berikut:
  1. huruf pertama pada awal kalimat (misalnya: Penelitian ini dilakukan selama lima bulan);
  2. huruf   pertama   petikan   pribadi   (misalnya:   Ayah bertanya, “Mengapa kau terlihat sedih?”); 
  3. huruf  pertama  dalam  kata  dan  ungkapan  yang berafiliasi dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan (misalnya: Islam, Kristen, Quran, Alkitab, dll.);
  4. huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (Misalnya: Sultan Hasanudin, Haji Agus Salim); 
  5. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang (misalnya: Dia gres saja menunaikan ibadah haji);
  6. huruf  pertama  unsur  nama  jabatan  yang  diikuti  nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu (misalnya: Gubernur Jawa Barat, Jenderal Sudirman);
  7. huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya (misalnya: (1) Rapat itu dipimpin oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, (2) Rapat itu dipimpin oleh Menteri);
  8. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu (misalnya: Sejumlah menteri hadir dalam rapat kabinet kemarin sore);
  9. huruf   pertama   unsur-unsur   nama   orang   (misalnya: Chairil Anwar, Imam Bonjol);
  10. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama ibarat pada de, van, dan der (dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal) (misalnya: Robin van Persie);
  11. huruf  kapital  tidak  dipakai  untuk  menuliskan  huruf pertama  kata  bin  atau  binti  (misalnya:  Abdullah  bin Abdul Musthafa, Fatimah binti Muhammad Husen); 
  12. huruf  pertama  singkatan  nama  orang  yang  digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (misalnya: joule per Kelvin, Newton);
  13. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (misalnya: 15 watt, mesin diesel);
  14. huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa (misalnya: suku Batak, bahasa Sunda, bangsa Afrika); 
  15. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar  kata  turunan  (misalnya:  pengindonesiaan  kata asing, keinggris-inggrisan);
  16. huruf  pertama  nama  tahun,  bulan,  hari,  dan  hari  raya (misalnya: bulan Mei, hari Idul Fitri);
  17. huruf   pertama   unsur-unsur   nama   kejadian   sejarah (misalnya: Perang Teluk, Konferensi Meja Bundar);
  18. huruf   kapital   tidak   digunakan   sebagai   abjad   pertama kejadian sejarah yang tidak digunakan sebagai nama (misalnya: Para jagoan berjuang demi  kemerdekaan Indonesia); 
  19. huruf kapital digunakan sebagai abjad pertama unsur-unsur nama diri geografi (misalnya: Jawa Barat, Bandung);
  20. huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi (misalnya: Sungai Citarum, Gunung Galunggung);
  21. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama unsur geografi  yang  tidak  diikuti  oleh nama diri  geografi (misalnya: Adik suka berenang di sungai);
  22. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis (misalnya: kunci inggris, pisang ambon);
  23. huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi,   lembaga   ketatanegaraan,   badan,   dan   nama dokumen  resmi,  kecuali  kata  tugas,  seperti  dan,  oleh, atau, dan untuk (misalnya: Republik Indonesia, Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak);
  24. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi (misalnya: kolaborasi antara pemerintah dan rakyat); 
  25. huruf  pertama setiap unsur bentuk ulang tepat yang terdapat  pada  nama  lembaga   resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen  resmi, dan judul karangan (misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dasar-Dasar Ilmu Hukum);
  26. huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang  sempurna)  di  dalam  judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata  tugas  seperti  di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal  (misalnya:  Dia  suka  membaca  buku  Dari  Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma);
  27. huruf pertama unsur kependekan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri (misalnya: Dr. untuk doktor, S.E. untuk sarjana ekonomi);
  28. huruf  pertama  kata  penunjuk  hubungan  kekerabatan, ibarat  bapak,  ibu,  saudara,  kakak, adik, dan  paman, yang digunakan   dalam   penyapaan   atau   pengacuan (misalnya:  (1)  Surat Saudara  sudah  saya  terima,  (2) “Kapan Bapak berangkat?” tanya Andi);
  29. huruf kapital tidak digunakan sebagai abjad pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan (misalnya: Kami akan berkunjung ke rumah paman dan bibi di Jakarta);
  30. huruf   pertama   kata   Anda   yang   digunakan   dalam penyapaan  (misalnya:  Berapa  lama Anda  tinggal  di Bandung?). 

Huruf miring
Penggunaan abjad miring dilakukan pada kondisi penulisan di bawah ini:
  1. untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam goresan pena (misalnya: Gosip itu bermula dari info di surat kabar Pos Kota);
  2. untuk  menegaskan  atau  mengkhususkan  huruf,  bagian kata,  kata,  atau  kelompok  kata (misalnya:  (1)  Huruf pertama  kata    abad    adalah  a,  (2)  Susunlah  sebuah kalimat dengan memakai kata moratorium);
  3. untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (misalkan: nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana);
  4. untuk  ungkapan  asing  yang  telah  diserap  ke  dalam bahasa Indonesia dan penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia (misalnya: Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus).

Huruf tebal
Penggunaan  huruf  tebal  dilakukan  pada  kondisi  penulisan  di bawah ini:
  1. untuk menuliskan judul buku, bab, kepingan bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran;
  2. tidak  dipakai  dalam  cetakan  untuk  menegaskan  atau mengkhususkan huruf, kepingan kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan abjad miring;
  3. huruf   tebal   dalam   cetakan   kamus   digunakan   untuk menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi. 
Penulisan Angka dan Bilangan
Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ada beberapa hal yang perlu dicermati terkait penulisan angka dan bilangan. Bilangan dalam penulisan sanggup dinyatakan dalam angka atau kata. Dalam hal ini angka berperan sebagai lambang bilangan atau nomor dengan jenis lazim yang digunakan yakni angka Arab atau angka Romawi. Lihat contoh di berikut ini:
Angka Arab                   : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Angka Romawi              : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000),
V (5000)
Beberapa ketentuan terkait penulisan angka dan bilangan yaitu sebagai berikut:
  1. bilangan dalam teks yang sanggup dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali bila bilangan itu digunakan secara berurutan ibarat dalam perincian atau paparan (misalnya:  (1)  Saya  menonton  film  tersebut hingga lima kali, (2) Dari 50 penerima lomba 12 orang anak-anak, 28 orang remaja, dan 10 orang dewasa);
  2. bilangan  pada  awal  kalimat  ditulis  dengan  huruf, bila lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah biar bilangan yang tidak sanggup ditulis dengan abjad itu tidak ada pada awal kalimat (misalnya: Tiga puluh siswa kelas 9 lulus Ujian Akhir Nasional);
  3. angka yang memperlihatkan bilangan utuh besar sanggup dieja sebagian supaya lebih  mudah dibaca   (misalnya: Perusahan intu merugi sebesar 250 milyar rupiah);
  4. angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d)  jumlah  (misalnya:  10  liter,  Rp  10.000,00,  tahun 1981);
  5. angka digunakan  untuk  melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar (misalnya: Jalan Mahmud V No.15);
  6. angka digunakan untuk menomori kepingan karangan atau ayat kitab suci (misalnya: Bab IX, Pasal 3, halaman 150);
  7. penulisan bilangan tingkat sanggup dilakukan dengan angka Romawi kapital atau abjad dan angka Arab (misal: kala XX, kala ke-20, kala kedua puluh);
  8. penulisan bilangan   yang  mendapat akhiran  -an dipisahkan oleh tanda hubung (misalnya: tahun 1980-an, pecahan 5.000-an)
  9. bilangan  tidak  perlu  ditulis  dengan  angka  dan  huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, ibarat sertifikat dan kuitansi);

Penggunaan Tanda Baca
Penggunaan tanda titik
Tanda titik digunakan dalam kondisi penulisan sebagai berikut:
  1. pada tamat kalimat yang bukan pertanyaan atau undangan (misalnya: Ibuku seorang guru.);
  2. tanda  titik  tidak  digunakan  pada  akhir  kalimat  yang unsur kesannya sudah bertanda titik (misalnya: Penulis itu berjulukan Ibnu Jamil, M.A.);
  3. di   belakang  angka   atau  huruf   dalam  suatu   bagan, ikhtisar, atau daftar;
  4. untuk  memisahkan  angka  jam,  menit,  dan  detik  yang memperlihatkan waktu (misalnya: pukul 8.00 pagi);
  5. tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang memperlihatkan jangka waktu (misalnya: 1.25.45 jam untuk  menunjukkan  1  jam,  25  menit,  45 detik); 
  6. untuk  memisahkan  bilangan  ribuan  atau  kelipatannya yang memperlihatkan jumlah (misalnya: Warga miskin di provinsi ini berjumlah 5.300 orang.).
Penggunaan tanda koma
Tanda koma digunakan dalam kondisi penulisan sebagai berikut:
  1. di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan (misalnya: Dia ditugaskan membeli buku, pensil, tinta, dan penggaris.);
  2. untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara  berikutnya yang  didahului dengan  kata  seperti tetapi,  melainkan,  sedangkan,  dan  kecuali  (misalnya: Aku ingin pergi, tetapi banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dulu.);
  3. untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jikaanak  kalimat  itu  mendahului  induk kalimatnya (misalkan: Karena lelah, saya tidak jadi pergi ke rumah dia.);
  4. di belakang  kata atau ungkapan  penghubung antarkalimat  yang  terdapat  pada  awal  kalimat, ibarat oleh  karena  itu,  jadi,  dengan  demikian,  sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu;
  5. untuk   memisahkan   kata   seru,   ibarat   o,   ya,   wah, aduh,dan kasihan,atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, ibarat Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat;
  6. untuk  memisahkan  petikan  langsung  dari  bagian  lain dalam kalimat (misalnya: Kata Adik, “Aku mau pergi ke Bandung”.);
  7. tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan petikan pribadi dari kepingan lain yang mengiringinya dalam kalimat bila petikan pribadi itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru (misalnya: “Di mana Kamu sekolah?” tanya Pak Agus.);
  8. di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c)  tempat  dan  tanggal,  serta  (d) nama  tempat  dan wilayah  atau  negeri  yang  ditulis  berurutan  (misalnya: Sdr. Egan, Jl. Mahmud V, Bandung);
  9. di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya   untuk   membedakannya   dari   kependekan nama   diri,   keluarga,   atau   marga   (misalnya:   Mira Rahmani, S.Pd.);
  10. di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka (misalnya: 10,5 m, Rp 5000,50);
  11. untuk mengapit keterangan suplemen yang sifatnya tidak membatasi  (misalnya:  Dosen  kami,  Pak  Iwa,  tegas sekali.).
Penggunaan tanda titik koma
Tanda  titik  koma  digunakan  dalam  kondisi  penulisan  sebagai berikut:
  1. sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat  yang setara  di dalam kalimat beragam setara (misalnya: Andi membersihkan kamarnya; Putri merapikan buku di ruang baca);
  2. untuk  mengakhiri  pernyataan  perincian  dalam  kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata (Dalam hubungan itu,  sebelum  perincian  terakhir  tidak  perlu  digunakan kata dan);
  3. untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap kepingan itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung (misalnya: Rapat ini akan membahas pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; penyusunan rancangan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan agenda kerja). 
Penulisan Kutipan dan Sumber Kutipan
Sesuai  dengan  yang  disampaikan  pada  bagian  pendahuluan, sistem penulisan dalam penulisan karya ilmiah yang direkomendasikan di lingkungan UPI yaitu sistem American Psychological Association (APA). Contoh-contoh  penulisan kutipan  di  bawah  ini  akan  mengacu pada buku Publication Manual of the American Psychological Association,   yang   telah   disesuaikan   penggunaannya   dalam bahasa Indonesia.

Penulisan kutipan langsung
Kutipan ditulis dengan memakai "dua tanda petik" bila kutipan ini merupakan kutipan pribadi atau dikutip dari penulisnya dan kurang dari 40 kata. Jika kutipan itu diambil dari kutipan maka kutipan tersebut ditulis dengan memakai 'satu tanda petik'.

Contoh:
Dalam perspektif bimbingan konseling berbasis budaya, diharapkan pemahaman konseling multibudaya yang memperhatikan keragaman karakteristik budaya sebagai “…a sensitivity  of  the possible ways  in  which  different  cultures function and interact…” (McLeod, 2004, hlm. 245).

Dalam hal ini apabila kutipan diambil dari bahasa selain bahasa yang ditulis maka penulisannya dicetak miring. Dalam kutipan yang berjumlah 40 kata atau lebih maka kutipan ditulis tanpa tanda kutip dan diketik dengan jarak satu spasi. Baris pertama diketik menjorok sama dengan kalimat pertama pada awal paragraf. Baris kedua dari kutipan itu ditulis menjorok sama dengan baris pertama. 

Contoh:
Tannen (2007) menyatakan  bahwa discourse analysis memerlukan kemampuan untuk menggabungkan aneka macam pemahaman teori ke dalam satu kajian. Dia menyampaikan bahwa
Discourse analysis is uniquely heterogeneous among the many subdisciplines of  linguistics.  In comparison  to other  subdisciplines of the  field, it may  seem  almost dismayingly diverse. Thus, the term “variation  theory” refers  to  a particular combination of theory and method employed in studying a particular kind of data. (hlm. 33)

Terkait  pengutipan  langsung  ini,  proporsi  kutipan  langsung dalam satu halaman maksimal ¼ halaman. Apabila dalam pengutipan pribadi ada kepingan dari yang dikutip yang dihilangkan, maka penulisan kepingan itu diganti dengan tiga buah titik (lihat contoh kutipan kurang dari 3 baris).

Penulisan sumber kutipan
Jika sumber kutipan mendahului kutipan langsung, maka cara penulisannya yaitu nama penulis diikuti  dengan   tahun penerbitan dan nomor halaman yang dikutip. Tahun dan halaman diletakkan di dalam kurung.

Contoh:
Gaffar (2012, hlm. 34) mengemukakan bahwa “esensi dari the policies of national education yaitu keputusan bahwa pendidikan merupakan prioritas nasional dalam membangun bangsa menuju masyarakat Indonesia baru.”

Jika sumber kutipan ditulis sehabis apa yang dikutip, maka nama penulis, tahun penerbitan, dan nomor halaman yang dikutip semuanya diletakkan di dalam kurung. 

Contoh :
“Ekspektasi standar dan sasaran ukuran kuantitatif yang lepas konteks bisa mendorong terjadinya simplifikasi proses pendidikan dan pengembangan sikap instan” (Kartadinata, 2010, hlm. 51).

Sumber kutipan merujuk sumber lain
Jika  sumber  kutipan  merujuk  sumber  lain  atas  bagian  yang dikutip, maka sumber kutipan yang ditulis yaitu sumber kutipan yang digunakan pengutip, tetapi dengan menyebut siapa yang mengemukakan pendapat tersebut.

Contoh:
Kutipan atas pendapat   Hawes dari buku yang ditulis Muchlas Samani dan Hariyanto:

Hawes (dalam Samani & Hariyanto, 2011, hlm. 6) mengemukakan bahwa "...when character is gone, all gone, and one of the richest jewels of life is lost forever”.

Kutipan dari penulis berjumlah dua orang dan lebih
Jika penulis terdiri atas dua orang, maka nama keluarga kedua penulis tersebut harus disebutkan, misalnya:  Sharp dan Green (1996, hlm. 1). Apabila penulisnya lebih dari dua orang, untuk penulisan yang  pertama,  nama  keluarga  dari  semua  penulis ditulis lengkap. Namun untuk penyebutan kedua dan seterusnya nama keluarga penulis pertama dan diikuti oleh dkk. Misalnya, McClelland dkk. (1960, hlm. 35). Perhatikan penggunaan titik sehabis dkk. 

Kutipan dari penulis berbeda dan sumber berbeda
Jika persoalan dibahas oleh beberapa orang dalam sumber yang berbeda, maka cara penulisan sumber kutipan itu yaitu ibarat berikut.

Contoh:
Beberapa studi wacana berpikir kritis menunjukan bahwa membaca dan menulis merupakan cara yang paling ampuh dalam membuatkan kemampuan berpikir kritis (Moore & Parker, 1995; Chaffee, dkk. 2002;  Emilia, 2005).

Kutipan dari penulis sama dengan karya yang berbeda
Jika sumber kutipan itu yaitu beberapa karya tulis dari penulis yang  sama  pada  tahun  yang  sama, maka  cara  penulisannya yaitu dengan menambah abjad a, b, dan seterusnya pada tahun penerbitan.
Contoh: (Suharyanto, 1998a, 1998b, 1998c).

Kutipan dari penulis sama dengan sumber berbeda
Jika kutipan berasal dari penutur teori yang sama, yang menciptakan pernyataan  yang  sama,  tetapi terdapat  dalam  sumber  yang berbeda, maka cara penulisannya ibarat berikut.

Contoh:
Menurut Halliday ada dua konteks yang besar lengan berkuasa terhadap penggunaan bahasa, yaitu   (1) konteks situasi, yang  terdiri  atas  field,  mode  atau  channel  of communication (misalnya bahasa verbal atau tulisan), dan tenor (siapa penulis/ pembicara kepada siapa); dan (2) konteks  budaya  yang direalisasikan  dalam  jenis  teks (1985a, b, c). 

Kutipan dari goresan pena tanpa nama penulis
Jika sumber kutipan itu tanpa nama, maka penulisannya yaitu sebagai berikut.
Contoh: (Tanpa nama, 2013, hlm. 18).

Kutipan pokok pikiran
Jika  yang diutarakan  adalah  pokok-pokok pikiran seorang penulis, maka tidak perlu ada kutipan langsung, cukup dengan menyebut sumbernya.

Contoh:
Halliday  (1985b)  mengungkapkan  bahwa  setiap  bahasa mempunyai   tiga   metafungsi,   yaitu   fungsi   ideasional, interpersonal, dan fungsi tekstual.

Sebagai catatan, perlu diingat bahwa model kutipan tidak mengenal adanya  catatan kaki  untuk sumber  dengan  berbagai istilah ibarat ibid., op.cit., loc.cit. vide, dan seterusnya. Catatan kaki diperbolehkan untuk memberikan penjelasan suplemen terhadap suatu istilah yang ada pada teks tetapi mustahil ditulis pada teks lantaran akan mengganggu alur uraian. Nama penulis dalam kutipan yaitu nama belakang atau nama keluarga dan ditulis sama dengan daftar rujukan.

Penulisan Daftar Rujukan atau Referensi
Istilah daftar rujukan atau referensi digunakan dalam pedoman ini  sesungguhnya  untuk  menekankan bahwa sumber-sumber yang dikutip pada kepingan tubuh (isi) teks dipastikan ditulis pada daftar rujukan atau referensi, begitu pula sebaliknya. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mendorong dan meminimalisir potensi praktik plagiarisme dalam penulisan karya ilmiah. 

Beberapa catatan umum yang perlu diperhatikan dalam penulisan daftar rujukan dengan  menggunakan sistem  APA antara lain sebagai berikut.
  1. Memasukkan  nama  keluarga  semua  penulis  dan inisialnya  sampai  dengan  tujuh  penulis. Apabila  lebih dari tujuh, maka yang ditulis yaitu hingga penulis yang keenam   kemudian   diberi tanda titik tiga kali  lalu dituliskan nama penulis terakhirnya sebelum tahun penulisan.
  2. Jika  ada  nama  keluarga  dengan  inisial  penulis yang mirip, maka nama lengkap  inisialnya ditulis  dalam kurung sebelum tahun penulisan.
  3. Untuk penulis berupa kelompok atau institusi, nama institusinya ditulis dengan jelas.
  4. Untuk  rujukan  pada  buku  yang  disunting,  masukkan nama penyunting di posisi penulis, dan berikan goresan pena (Penyunting).
  5. Keterangan tahun penerbitan ditulis di dalam kurung dengan didahului dan diakhiri tanda titik. Untuk jenis rujukan berupa majalah, newsletter, tuliskan tahun terperinci dan tanggal lengkap publikasinya, yang dipisahkan oleh koma dan diikuti nomor dalam tanda kurung.
  6. Apabila tidak ada keterangan waktu penulisan, tuliskan t.t. di dalam kurung.
  7. Terkait judul buku, artikel atau bab, abjad kapital hanya dipergunakan   untuk   kata   pertama   pada  judul dan subjudul bila ada, dan kata yang masuk kategori proper noun.
  8. Untuk judul jurnal, newsletter, dan majalah, judul ditulis dengan   kombinasi   abjad   kapital   dan abjad  kecil. Sementara nama sumbernya dicetak miring. 
  9. Identitas  kota  penerbitan  ditulis  dengan  jelas  diikuti dengan nama penerbitnya. 
Beberapa contoh teknis penulisan daftar rujukan atau referensi dengan sistem APA sanggup dilihat pada kepingan di bawah ini.

Buku
Penulisan daftar rujukan yang berupa buku dalam sistem APA mengikuti urutan ibarat berikut, yakni:
  1. nama belakang penulis;
  2. nama depan (inisialnya saja);
  3. tahun  penerbitan  (dalam  kurung,  diawali  dan  diakhiri titik);
  4. judul  buku  dicetak  miring  (huruf  pertama  dari  kata pertama,  nama  tempat,  atau  nama orang  dari  judul sumber  ditulis  dengan  huruf  kapital),  diakhiri  dengan titik;
  5. edisi (kalau ada), kota tempat penerbitan, diikuti oleh titik dua dan  penerbit.
Contoh-contoh  spesifik  penulisan  daftar  rujukan  buku  dengan beberapa variasi sanggup dilihat pada kepingan di bawah ini.
Buku ditulis oleh satu orang:
Poole, M.E. (1976). Social class and language utilization at the tertiary level. Brisbane: University of Queensland.

Buku ditulis oleh dua orang atau tiga orang:
Burden, P.R. & Byrd, D.M. (2010). Methods for effective teaching. Boston: Pearson.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of teaching. Boston: Pearson. 

Buku ditulis oleh lebih dari tiga orang:
Emerson,   L.   dkk.   (2007).   Writing   guidelines   for education students. Melbourne: Thomson.

Sumber yang ditulis oleh satu orang dalam buku yang berbeda:
Halliday, M. A. K. (1985a).   Spoken and written language. Geelong: Deakin University Press.
Halliday, M. A. K, (1985b).  An introduction to functional grammar. London: Edward  Arnold.
Halliday, M. A. K. (1985c). Part A. Language, context, and text: Aspects of language in a social semiotic perspective. Melbourne: Deakin University Press.

Penulis sebagai penyunting:
Philip, H.W.S. & Simpson, G.L. (Penyunting). (1976).
Australia in the world of education today and tomorrow. Canberra: Australian National Commission.

Sumber merupakan kepingan dari buku:
Coffin, C. (1997). Constructing and giving value to the past: An investigation into secondary school history. Dalam F. Christie & J.R. Martin (Penyunting), Genre and institutions: social processes in the workplace and school (hlm. 196 -
231). New York: Continuum. 

Artikel jurnal
Penulisan artikel jurnal dalam daftar rujukan mengikuti urutan sebagai berikut:
  1. nama belakang penulis;
  2. nama depan penulis (inisialnya saja);
  3. tahun penerbitan (dalam tanda kurung diawali dan diikuti tanda titik)
  4. judul  artikel  (ditulis  tidak  dicetak  miring  dan  huruf pertama dari kata pertama, atau nama tempat, atau nama orang dalam judul ditulis dengan abjad kapital);
  5. judul jurnal (dicetak miring dan setiap abjad pertama dari setiap  kata  dalam  nama  jurnal ditulis  dengan  huruf kapital kecuali kata tugas) diikuti dengan koma;
  6. nomor volume dengan angka Arab;
  7. nomor penerbitan ditulis dengan angka Arab di antara tanda kurung;
  8. nomor  halaman  mulai  dari  nomor  halaman  pertama hingga dengan nomor terakhir.
Contoh:
Setiawati, L. (2012). A descriptive study on the teacher talk at an EYL classroom. Conaplin   Journal: Indonesian Journal of Applied Linguistics,  1 (2), hlm. 176-178. 

Selain buku dan artikel jurnal
Beberapa contoh penulisan daftar rujukan dengan sumber goresan pena selain buku dan artikel jurnal disampaikan di bawah ini.

Skripsi, tesis, atau disertasi:
Rakhman, A. (2008). Teacher and  students' code switching in English as a foreign language (EFL) classroom. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Publikasi departemen atau lembaga pemerintah:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1998). Petunjuk pelaksanaan beasiswa dan dana tunjangan operasional. Jakarta: Depdikbud.

Dokumen atau laporan:
Panitia Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. (1983). Laporan penilaian proyek pengembangan pendidikan guru. Jakarta: Depdikbud.

Makalah dalam prosiding konferensi atau seminar: 
Sudaryat, Y. (2013). Menguak nilai filsafat pendidikan Sunda dalam ungkapan tradisional sebagai upaya pemertahanan bahasa daerah. Dalam M. Fasya & M. Zifana (Penyunting), Prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (hlm. 432-435). Bandung: UPI Press.

Artikel Surat kabar:
Sujatmiko,  I. G.  (2013,  23  Agustus).  Reformasi, kekuasaan, dan korupsi. Kompas, hlm. 6.

Sumber dari internet
Karya perorangan:
Thomson, A. (1998).  The adult and the curriculum. [Online]. Diakses dari http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES- Yearbook/1998/thompson.htm. 

Pesan  dalam  forum  online  atau  grup  diskusi online:
Pradipa, E. A. (2010, 8 Juni). Memaknai hasil gambar anak usia dini [Forum online]. Diakses dari http://www.paud.int/gambar/komentar/ Weblog/806.

Posel dalam mailing list:
Riesky (2013, 25 Mei). Penelitian  kualitatif dalam  pengajaran  bahasa  [Posel mailing  list]. Diakses dari http://bsing.groups.yahoo.com/ group/ResearchMethods/message/581

Ada beberapa catatan penting  yang harus dicermati dari penulisan daftar rujukan atau referensi di atas.
  1. Contoh-contoh di atas merupakan pola rujukan dari beberapa jenis dokumen yang sering dipergunakan dalam karya ilmiah. Tidak semua dicontohkan pada pedoman ini. Untuk jenis-jenis sumber rujukan khusus lainnya, silakan mengacu pada buku Publication manual of the American  Psychological  Association (2010) edisi keenam.
  2. Beberapa contoh di atas tidak merupakan sumber yang benar-benar nyata dan sanggup diakses. Penulisan sumber- sumber   tersebut   hanya   untuk   keperluan   pemberian contoh semata.
  3. Bagi penulisan karya ilmiah yang memakai bahasa Inggris, silakan ikuti sistem APA sesuai aslinya dalam bahasa Inggris. 

Contoh-Contoh

Berikut ini diberikan beberapa contoh penulisan esai, anotasi bibliografi, reviu buku, dan beberapa format penulisan lainnya yang lazim menjadi kepingan dari kiprah kuliah dan penyelesaian studi mahasiswa. Esai, anotasi bibliografi, dan reviu buku yang ditampilkan dibentuk oleh dua orang mahasiswa S-1 Prodi Bahasa dan Sastra Inggris (Fathimah Salma Zahirah dan Permas Adinda Chintawidy) untuk keperluan pencontohan struktur teks semata. Hal-hal terkait kualitas informasi, ide, dan substansi keilmuan di dalamnya tidak menjadi fokus dari pencontohan ini.

Contoh Esai Eksposisi Analitis

Urgensi Hak Politik Difabel

Hak pilih difabel dalam pemilu 2014 masih dimarjinalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal tersebut mengakibatkan warga difabel merasa tidak dihargai oleh pemerintah. Dapat dikatakan, diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia masih merupakan persoalan faktual (Danandjaja, 2003)

Poin pertama dimarjinalkannya difabel pada pemilu 2014, sanggup dilihat pada alat peraga (template braille) yang kurang ketika pelaksanaan  pemilu  legislatif  pada  9  April  2014.  KPU  Jawa Barat hanya menyediakan template untuk DPRD RI saja, sedangkan dewan perwakilan rakyat RI, DPRD tingkat provinsi, kabupaten, dan kota tidak disediakan. Tak heran, kaum tunanetra sempat mengadakan somasi  kepada KPU,  pada  Februari  2014  lalu,  agar menyediakan template braille pada pemilu 2014.

Kedua, dengan kurangnya template braille tersebut, pemilu yang pada hakikatnya berasaskan luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) menjadi bias lantaran   penyandang tunanetra harus didampingi oleh orang lain pada ketika menentukan caleg dewan perwakilan rakyat RI, DPRD tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Koordinator  Forum  Tunanetra  Menggugat,  Suhendar, menuturkan alat peraga sangat dibutuhkan bagi kemandirian menentukan penyandang tunanetra.

Ketiga, pemerintah dinilai kurang mengimplementasikan Perda No. 10 tahun 2006 yang berisikan wacana upaya proteksi dan  kesejahteraan  penyandang  cacat  Jawa  Barat.  Selama  ini hanya Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan saja yang banyak melaksanakan agenda bagi kaum difabel. Padahal masih banyak aspek yang harus diperhatikan selain bidang sosial dan pendidikan.

Poin terakhir mengenai urgensi hak berpolitik kaum difabel yang tak kalah pentingnya ialah pendataan daftar pemilih tetap (DPT) yang  kurang  akurat.  KPU  masih  memberlakukan  DPT  yang belum diperbaharui, sedangkan  pihak  tunanetra  sudah memberikan data yang terbaru. Hal ini semakin menguatkan adanya diskriminasi pada penyandang tunanetra.

Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan di atas, terperinci bahwa kaum difabel Jawa Barat masih dipandang sebelah mata. Melihat banyaknya aspek berpolitik warga tunanetra yang kurang diperhatikan oleh pemerintah, tak bisa disangkal apabila mereka tetapkan untuk golput pada pemilu 2014.

Referensi:
Danandjaja, J. (2003). Diskriminasi terhadap minoritas masih merupakan persoalan faktual di Indonesia sehingga perlu ditanggulangi segera. Diakses dari http://www.lfip.org/english/pdf/bali- seminar/Diskriminasi%2520terhadap%2520minoritas%2520-
%2520james%2520danandjaja.pdf&cd=3&ved=0CCwQFjAC&usg=AFQjCNHtVQS1Hks5cOLAsbINpt9Bul0xNA 


Contoh Esai Eksposisi Hortatori

Hak Cipta Merek Dagang Perlu Dilindungi

Pendaftaraan hak cipta merek dagang perusahaan masih dianggap kurang penting oleh warga Indonesia. Padahal bila terjadi plagiarisme terhadap logo usaha, pengusaha akan kalang kabut menanganinya lantaran tidak mempunyai payung hukum. Oleh alasannya yaitu itu, proteksi hak cipta merek dagang sangat dibutuhkan biar terhindar dari kerugian ekonomi.

Pada dasarnya, hak cipta yaitu salah satu dari hak-hak asasi insan yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia) dan UN International Covenants (Perjanjian Internasional PBB) dan juga hak aturan yang sangat penting yang melindungi karya (Ajie, 2008). Dapat disimpulkan, karya apapun yang dibentuk oleh siapapun patut mempunyai hak cipta.

Contoh pelanggaran hak cipta merek dagang sanggup dilihat dari maraknya  kasus plagiarisme yang menimpa logo  Starbucks Coffee (berupa bulat berwarna hijau dengan lambang perempuan di tengahnya, serta di  kelilingi  tulisan  berwarna putih) yang ditiru oleh kafe-kafe serupa di seluruh dunia. Rupanya, kebanyakan orang hanya ingin menciptakan logo secara instan tanpa mempertimbangkan segi estetikanya. Dalam hal ini, desainer grafis dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan suatu karya dan tidak menjiplak suatu inspirasi seenaknya.

Apabila  merek dagang  sudah  berpayung hukum,  maka perusahaan yang sudah mempunyai nama besar tidak perlu cemas ketika karyanya dijiplak orang. Yang perlu diperhatikan yaitu apakah   para   pengusaha  menghargai   kepemilikan  hak  cipta tersebut atau tidak, terlebih merek dagang yang sudah terkenal tentu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. 

Bagi  para  pengusaha  yang  ingin  membuat  merek  dagang, alangkah baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan desainer grafis yang berprofesi sebagai merk consultant atau konsultan merek. Hal tersebut sanggup ditempuh untuk menghindari penjiplakan logo dari perusahaan lain. Melihat betapa pentingnya merek dagang bagi  suatu perusahaan,  pengusaha  sangat  perlu mendaftarkan hak cipta merek dagangnya terkait nilai ekonomi usaha. Selain mendaftarkan hak cipta, pembuatan merek dagang pun harus ditangani oleh pihak profesional sehingga logo yang dihasilkan tidak terlihat biasa-biasa saja, juga sebagai upaya menghindari plagiarisme desain grafis.

Referensi:
Ajie, M. D. (2008). Hak cipta (copyright): konsep dasar dan fenomena  yang  melatarbelakanginya.   Diakses dari http://www.upi.edu/Direktori/FIP/PRODI._PERPUSTA KAAN_DAN_INFORMASI/MIYARSO_DWI_AJIE/M akalah_a.n_Miyarso_Dwiajie/Makalah-
Intelectual_Property_Right_2008.pdf&cd=3&ved=0CC4QFjAC&usg=AFQjCNE5LZ-Kko5- A8MmD1z0b3vVr8PgEw 

Contoh Esai Diskusi

DUA SISI UJIAN NASIONAL

Pelaksanaan ujian nasional (UN) masih menjadi perdebatan panjang di Indonesia. Ujian yang diberlakukan sebagai tolak ukur penilaian  pendidikan skala nasional ini sering menjadi  mimpi jelek pagi para pelajar. Selain itu, pemberlakuan UN sebagai syarat kelulusan sekolah dasar dan menengah kerap menciptakan penerima didik tertekan secara mental.

Berdasarkan  Undang-undang  Sisdiknas  No. 20 Tahun  2003, pasal  58  ayat  1,  dicantumkan bahwa terhadap  hasil  belajar penerima  didik  perlu  dilakukan  evaluasi  oleh  pendidik  dengan tujuan utama untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil berguru penerima didik secara berkesinambungan. Acuan lain mengenai UN pun dipaparkan pada pasal 35 ayat 1 dan 3, juga pasal 58 ayat 2 yang menjelaskan penilaian dilakukan terhadap penerima  didik, satuan/lembaga  pendidikan, dan agenda pendidikan untuk memantau dan/atau menilai pencapaian standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan).

Di lain pihak, pelaksanaan UN acap kali diwarnai pemberitaan yang negatif dari media, ibarat kebocoran soal, kecurangan, dan tingkat stres siswa yang meningkat ketika UN. Penggambaran UN yang begitu mencekam menciptakan para penerima didik ketakutan menghadapi ujian kelulusan sekolah itu. Kebanyakan siswa mengikuti pelajaran suplemen demi sanggup lulus ujian, ada juga siswa yang menentukan untuk melaksanakan segala cara, ibarat mencontek, untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. Kondisi tersebut sangatlah memprihatinkan keberlangsungan sistem pendidikan Indonesia. 

Menurut  Kusmana  (2012),  format  dan  sistem  UN  memang sebuah  konsep  yang  bagus  dan ideal, namun  dalam kenyataannya, hasil UN siswa sangat ditentukan juga oleh bagaimana sang guru bisa secara tuntas menumpahkan materi pembelajaran sehingga benar-benar dikuasai dan dipahami anak didik. Dapat disimpulkan, UN tidak bisa dijadikan tolak ukur kelulusan siswa lantaran selain ujian masih banyak aspek lain yang perlu dinilai, ibarat aspek afektif dan psikomotor. Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa meskipun UN memang penting untuk mengukur mutu pendidikan, tapi lebih penting lagi menjalankan UN dengan jujur.

Referensi:
Kusmana, U. (2012). Apa pentingnya ujian nasional?. Diakses dari https://makalahindie.blogspot.com//search?q= 

Contoh Esai Eksplanasi

Dampak Limbah Industri bagi Lingkungan

Berkembangnya industri Indonesia ketika ini membawa titik cerah terhadap aspek ekonomi, namun hal tersebut juga memberi dampak negatif pada lingkungan. Pengembangan industri menimbulkan banyaknya eksploitasi sumber daya yang intensif dan berujung pada pembuangan limbah. Jika hal tersebut tidak cepat  ditangani,  maka  lingkungan  di  sekitar  kawasan  industri sanggup tercemar.

Pada hakikatnya, pembangunan pabrik yang baik disertai dengan izin mendirikan bangunan (IMB) dan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Jika suatu bangunan tidak memenuhi kedua syarat tersebut, maka bangunan tersebut tidak layak untuk didirikan. Namun pada praktiknya, banyak sekali pelanggaran  yang  dilakukan  perusahaan,  seperti  pabrik  tekstil PT. Kahatex di Bandung Timur yang memperluas lahan tanpa mempunyai Amdal.

Pembangunan pabrik tekstil yang tidak sesuai aturan bisa berdampak jelek pada lingkungan di sekitarnya. Efek samping yang ditimbulkan sanggup berupa banjir, kekeringan, polusi udara, dan penyakit. Adanya pabrik industri sanggup juga menimbulkan kebisingan sehinggan kehidupan warga terganggu. Keadaan tersebut tentu menciptakan masyarakat cemas.

Meskipun industri tekstil menjadi komoditi ekspor yang diandalkan, tetapi industri ini sanggup menimbulkan persoalan yang serius bagi lingkungan tertutama persoalan limbah cairnya yang mengandung materi organik yang tinggi, adakala juga logam berat (Setiadi, dkk,  1999). Oleh lantaran itu, air limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum keluar pabrik. 

Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H wacana hak atas lingkungan hidup yang baik higienis dan sehat,   sudah   sepatutnya   masyarakat   terbebas   dari   ancaman buangan yang disebabkan pembangunan pabrik liar. Selain itu, pembangunan pabrik pun harus disertai sosialisasi pada warga. Tentu  saja  sosialisasi  tersebut  harus  disertai  IMB  dan  Amdal yang sudah disahkan oleh pemerintah.

Berdasarkan pemaparan di atas, sanggup ditarik simpulan wacana ancaman  limbah  yang  ditimbulkan pabrik,  khususnya  pabrik tekstil. Selain limbah, pembangunan pabrik tekstil pun sanggup berdampak pada keberlangsungan hidup warga sekitar.

Referensi:
Setiadi, dkk. (1999). Pengolahan limbah cair industri  tekstil yang mengandung zat warna AZO reaktif dengan proses campuran anaerob dan aerob. Diakses dari http://ppprodtk.fti.itb.ac.id/tjandra/wp-content/uploads/2010/04/Publikasi- No20.pdf&cd=3&ved=0CDEQFjACusg=AFQjCNG4bk gEWaFDIpiBGVgGdeytdEDxDg 

Anotasi Bibliografi

Contoh 1
Sivadas, E. & Johnson, M. S. (2005). Knowledge flows in marketing: An analysis of journal article references and citations. Marketing theory articles, 5(4), 339-361. doi: 10.1177/1470593105058817.

Beranjak dari kekhawatiran para jago terhadap kualitas karya ilmiah di bidang pemasaran, Sivadas dan Johnson menciptakan sebuah artikel sepanjang 23 halaman yang menyajikan hasil penelitian mengenai arus pergerakan ilmu pemasaran dalam delapan jurnal terkait bidang pemasaran dan konsumen, antara lain Journal of Marketing, Journal of Marketing Research, Journal of Consumer Research, Marketing Science, Journal of Advertising, Journal of Advertising Research, Journal of Retailing, dan Industrial Marketing Management. Pergerakan ilmu-ilmu pemasaran sanggup dilihat dengan menganalisis pola, jumlah, serta jenis kutipan dan referensi dalam artikel-artikel tersebut.  Secara  spesifik, artikel ini mengkaji  isu ‘cumulativeness’ dan transfer pengetahuan ilmu pemasaran dan ilmu   non-pemasaran.   Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kutipan dan referensi, baik dari ilmu pemasaran maupun ilmu non-pemasaran, memberi efek secara signifikan terhadap pergerakan ilmu pengetahuan dalam jurnal-jurnal tersebut.

Artikel ini ditulis dengan baik dan sistematis oleh kedua penulis. Terlebih teori-teori yang mendukung pentingnya pembuatan artikel mengenai arus pergerakan ilmu pemasaran dalam karya ilmiah dikemukakan  dengan  cukup  detail.  Beberapa  hipotesis pun dikembangkan oleh kedua penulis, sehingga arah penelitian kuantitatif mereka semakin terperinci dan terarah. Hasil penghitungan secara statistik dipaparkan dalam tabel yang juga disertai dengan penjelasan yang memadai. 

Contoh 2
Culler, J.  (1997).  Literary Theory:  A very short introduction. New York: Oxford University Press.

Buku ini menyajikan penjelasan poin-poin penting terkait teori sastra secara ringkas dan komprehensif. Culler mengawali buku ini dengan menjelaskan pengertian teori dan penerapannya dalam ilmu sastra. Kemudian, sifat, fungsi dan cakupan ilmu sastra dipaparkan   dalam  bab-bab   berikutnya. Misalnya,  hubungan sastra dan budaya, retorika, naratif, bahasa performatif, dan identitas dalam sastra. Banyak tokoh-tokoh penting dalam bidang sastra yang diperkenalkan dalam buku ini, berikut karya dan bantuan yang diberikan tokoh tersebut. Oleh lantaran itu, buku ini tidak hanya dipenuhi dengan teori semata, tetapi juga sejarah yang penting untuk diketahui.

Sesuai dengan judulnya, buku ini berhasil memberi pengenalan singkat mengenai teori-teori sastra tanpa menghilangkan hal-hal pokok yang wajib diketahui oleh pembaca. Teknik penulisan dalam buku ini sangat komunikatif, lantaran Culler memakai kata-kata yang tidak terlalu baku dan menganggap pembaca sebagai ‘teman’. Pembahasannya pun dipaparkan secara sedikit demi sedikit sehingga gampang dipahami, dimulai dari awal kemunculan teori, asal  usul  dalam  teori  ilmu  sastra,  sampai  berbagai  gagasan penting dalam ilmu sastra. Hal menarik lainnya yaitu disertakannya beberapa gambaran kartun dan caption jenaka di setiap babnya. 

Contoh Reviu Buku

Danesi, M. (2002). Understanding media semiotics. (edisi pertama). London: Arnold.

Dalam era kesejagatan ibarat kini ini, media mempunyai kiprah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini sanggup dilihat dari gaya hidup dan sikap insan yang banyak dipengaruhi oleh media baik secara disadari maupun tidak. Understanding  Media  Semiotics mengulas fenomena tersebut dari sudut pandang ilmu semiotika, dimana semua media yang dibahas di dalamnya digolongkan sebagai signifier. Oleh lantaran itu, buku ini sangat tepat untuk dijadikan sebagai referensi kajian media yang berbasis ilmu linguistik.

Dalam kepingan pengenalan, Danesi menjelaskan bahwa buku karangannya ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa ilmu semiotika  dapat  diterapkan  dalam  kajian  media.  Buku  yang terdiri atas sembilan kepingan ini diawali dengan penjelasan singkat mengenai  media dan pemaparan  sejarah perkembangan  media dari masa ke masa (Bab 1). Bab 2 menyajikan pembahasan mengenai teori-teori semiotika, termasuk di dalamnya latar belakang munculnya  ilmu  semiotika  dan  penjelasan mengenai objek analisis pada semiotika media. Kemudian Bab 3-8 berisi penjelasan masing-masing jenis media berikut sejarah perkembangannya dengan lengkap, yaitu media cetak, media audio, film, televisi, komputer dan internet, dan periklanan. Di tamat bukunya, Danesi tidak lupa untuk memberikan pandangannya mengenai dampak sosial dari besarnya efek media terhadap kehidupan insan (Bab 9).

Selain  memaparkan  penerapan  ilmu  semiotika  dalam  kajian media, melalui buku ini Danesi ingin menyanggah apa yang telah dikemukakan oleh Roland Barthes, spesialis semiotika asal Perancis,   pada   tahun 1950 mengenai ‘pop   culture’ atau kebudayaan terkenal yang merupakan dampak dari adanya media. Menurut Barthes, ‘pop culture’ yaitu suatu gangguan besar (umumnya berasal dari kebudayaan barat) yang bertujuan untuk menghilangkan cara pembentukan makna yang tradisional (hlm. 23 dan 206). Pada awal tahun 1960, Jean Baudrillard, yang juga spesialis semiotika Perancis, menambahkan bahwa gangguan besar yang dibawa ‘pop culture’ akan menciptakan masyarakat menjadi ‘tidak sadar’, sehingga mereka akan terbiasa mendapatkan objek-objek yang ditawarkan media (hlm. 33).

Danesi beropini bahwa pemikiran Barthes dan Baudrillard telah memberi gambaran jelek pada semiotika. Mereka secara tidak pribadi telah menciptakan ilmu semiotika menjadi terpolitisasi dengan melihat ‘pop culture’ dari sisi negatifnya saja, tanpa melihat dari sisi positif yang juga memberi efek baik pada kehidupan masyarakat (hlm. 206). Danesi menekankan bahwa semiotika hanya berfokus pada kajian sikap insan berdasarkan tanda yang dibawa oleh media, bukan mengkritik sistem sosial atau politik (hlm. 34).

Buku Understanding Media Semiotics karangan Marcel Danesi sangat menyenangkan untuk dibaca, lantaran pemaparannya terperinci dan tidak berbelit-belit. Bahasa yang digunakan pun ringan dan gampang dimengerti, lantaran  menggunakan  diksi  bahasa  Inggris yang   familiar.  Umumnya, Danesi  memberi contoh-contoh analisis semiotika dari aneka macam media ibarat film, agenda TV, iklan, dan lain-lain, yang sudah banyak dikenal. Hal ini sanggup memudahkan para pembaca dalam memahami penjelasan yang dipaparkan oleh Danesi, lantaran contoh media yang dianalisis merupakan media yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Di setiap awal kepingan terdapat kutipan-kutipan inspiratif dari aneka macam tokoh yang relevan dengan bahasan dalam kepingan tersebut, sehingga buku ini semakin menarik untuk dibaca. Buku ini juga semakin lengkap dengan disertakannya glosarium, bibliografi, dan indeks di tamat buku. 

Walaupun terkesan tanpa cela, buku ini masih mempunyai kekurangan dari segi teknik penulisan dan isi. Hal yang disayangkan dari segi teknik penulisan buku ini yaitu tidak semua subbab dicantumkan dalam daftar isi, sehingga sanggup menyulitkan pembaca dalam mencari halaman subbab yang diinginkan. Dari segi isi, Danesi hanya mengambil contoh-contoh media beserta analisis semiotika dari kebudayaan barat ibarat Amerika dan Eropa. Ia menyebutkan negara-negara selain dari kedua benua tersebut hanya pada ketika memaparkan sejarah perkembangan masing-masing media. Selain itu, Danesi hanya memberikan  penjelasan berupa narasi pada  contoh media  dan analisisnya, ia tidak menyertakan gambaran atau gambar untuk memperjelas analisisnya, ibarat pada contoh analisis iklan jam tangan Airoldi (hlm. 25).

Jika dibandingkan dengan buku lain yang bertema serupa, Bourdieu, Language, and the Media (2010) karya John F. Myles, buku ini masih terbilang lebih lengkap lantaran jenis dan dampak media yang dijelaskan lebih banyak dan mendalam. Akan tetapi, Myles tidak hanya memberikan penjelasan di dalam bukunya, ia juga melaksanakan studi kasus yang berfokus pada media, komunikasi, dan kebudayaan dengan memakai pendekatan sosiologi yang digunakan oleh Bourdieu. Hal ini menciptakan pembahasan di dalam bukunya menjadi lebih up-to-date, lantaran isinya lebih relevan dengan kiprah media yang berkorelasi dengan komunikasi dan kebudayaan terhadap kondisi masyarakat ketika ini. Ia juga menyertakan beberapa gambar (misalnya potongan gambar atau goresan pena dari surat kabar) dari hasil penelitiannya, sehingga penelitiannya sanggup lebih terpercaya. Namun, baik buku Understanding Media Semiotics  maupun  Bourdieu, Language, and the Media, keduanya mempunyai kesamaan tujuan yaitu menilik dampak media terhadap masyarakat.

Understanding Media Semiotics memberikan panduan yang lengkap dan mendalam untuk para pembaca dalam memahami dan menganalisis media memakai teori semiotika. Di dalamnya  juga terdapat beberapa contoh-contoh  analisis semiotika media yang semakin memudahkan pembaca dalam memahami teori semiotika, khususnya dalam mengkaji media. Hal ini penting untuk diketahui lantaran ketika ini media menempati kiprah penting dalam tatanan kehidupan manusia, sehingga insan dituntut untuk menjadi lebih cerdas dan kritis dalam menyikapi pesan yang disalurkan oleh media. Oleh lantaran itu, buku ini bisa membekali para pembaca biar sanggup lebih siap dalam menghadapi arus media yang semakin banyak dan tidak terkendali.

Referensi:
Chandler, D. (2002). Semiotics: The Basics. London: Routledge. Myles, J. F. (2010). Bourdieu, Language, and the Media.
London: Palgrave Macmillan. 

Contoh Reviu Artikel
Sagi, I. & Yechiam,  E. (2008). Amusing  titles  in  scientific journals   and   article   citation.   Journal   of   information science,  34 (5) 2008,  680-687.  doi: 10.1177/0165551507086261.

Artikel ini memaparkan bagaimana penggunaan humor dalam judul artikel ilmiah diasosiakan dengan penggunaan artikel sebagai sumber  atau  kutipan.  Penelitian  tersebut  berdasarkan pada  tingkat kesenangan dan  keenakan  saat  membaca  judul artikel  yang  diterbitkan  pada  rentang  waktu 1985-1994  pada jurnal  psikologi   Psychological   Bulletin   dan   Psychological Review. Penulis meneliti hubungan antara tingkat kesenangan dan keenakan judul artikel, serta banyaknya kutipan yang bersumber pada artikel ilmiah tertentu. Hasil penelitian memperlihatkan artikel dengan judul yang menyenangkan dikutip lebih sedikit.

Pada  bagian  pendahuluan,  penulis  menjelaskan  efek  humor dalam konteks goresan pena akademik telah diinvestigasi dalam beberapa kajian eksperimental. Sebagai contoh, Bryant dan koleganya meneliti imbas gambaran jenaka dalam buku teks. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan gambaran yang mempunyai unsur humor  membuat  teks  lebih  menyenangkan  dibaca.  Riset  lain yang berkaitan berfokus pada banyaknya humor yang muncul pada buku teks. Dari kajian tersebut disimpulkan tingkay kesenangan berasosiasi positif dengan banyaknya humor, namun mempunyai hubungan negatif dengan dapat dipercaya penulis. Peneliti mencoba untuk menelaah lebih lanjut dengan meneliti dampak judul yang menyenangkan  dalam karya  ilmiah di bidang psikologi pada kaitannya dengan kutipan artikel.

Penulis menunjuk delapan lulusan psikologi (empat perempuan dan empat  pria)  di  Technion  dan  Haifa University  untuk mengevaluasi   judul   karya   ilmiah.   Sedangkan  bahan  yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1.009 judul karya ilmiah  yang  diambil  dari  Psychological  Bulletin  dan Psychological Review (terbit pada 1985-1994). Para koresponden diminta untuk memberika penilaian berdasarkan tingak kesenangan dengan skala 1 hingga 7, dimana 1 berarti ‘tidak menyenangkan  sama sekali’ dan 7  berarti  ‘sangat menyenangkan’. Kemudian penulis menganalisis hasil penilaian tersebut dengan mengaitkannya pada jumlah  kutipan yang diterima setiap karya ilmiah.

Secara keseluruhan, artikel ilmiah ini sudah terorganisir dengan baik. Namun, penulis tidak menjelaskan metode yang digunakan. Penulis hanya mendeskripsikan bagaimana penelitian dilakukan tanpa memaparkan metode secara komprehensif. Hal ini sanggup membingungkan pembaca, sehingga pembaca menebak-nebak sendiri  metode  apa  yang  digunakan  peneliti  dalam kajiannya. Selain itu, tidak adanya penjelasan metode menciptakan penelitian ini kurang aplikatif untuk direduplikasi. 

Demikian pembahasan wacana Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Dilengkapi Contoh Lengkap. Semoga bermanfaat.

Sumber: Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI 2015

Tambahan:




Subscribe to receive free email updates: